Mengenal Sophist
Oleh:
Kang Daden Robi Rahman
Makna
Sophist dan Kemunculannya
Sophist berasal dari kata yunani Sophistikos, Sophistes berarti “bijaksana, pintar, halus”, dari kata ini Sophist diartikan sebagai seorang yang mencintai kebijaksanaan. Kata Sophist dalam budaya yunani pra-socrates digunakan untuk sinonim dari filosof, professor ataupun guru. Mereka yang memiliki ketrampilan khusus sebagai pembuat kereta perang, senjata dan alat-alat pertempuran disebut sebagai Sophist. Istilah Sophist sudah dikenal bahkan sebelum thales (550 SM) abad ke-6 SM, dengan makna ini Thales bisa disebut juga sebagi seorang Sophist (filosof).
Kata Sophist mengalami perubahan makna ketika memasuki Athena pada pertengahan abad ke-5 SM. Sophist menjadi hanya sebagai nama sebuah gerakan guru keliling yang mengajar untuk mendapatkan uang. Mereka mengajari anak-anak bangsawan Athena, dan mereka yang mampu membayar; cara berdebat, retorika dan orator. Ketrampilan tersebut dibutuhkan oleh masyarakat Athena untuk membela diri dalam persidangan dihadapan dewan mahkamah Athena yang berjumlah 1505 orang dalam arena yang luas sehingga membutuhkan cara mengartikulasikan suara dalam ketrampilan orasi . Athena sejak awal dikenal sebagai negara yang demokratis , meskipun demokrasi Athena belum menyentuh kelompok budak dan wanita, namun dibandingkan Sparta yang menganut pemerintahan oligarki, Athena lebih demokratis.
Perang antara orang-orang Athena dari kota-kota Ionia dengan orang-orang Persia pada permulaan abad ke-5 SM, yang dimenangkan Athena pada pertempuran di Marathon pada tahun 409 SM , memberikan kepercayaan yang luar biasa kepada seluruh masyarakat Athena saat itu. Kemenangan itu memberikan pelajaran bagi penduduk negara-kota Athena, bahwa negara kecil dengan peradaban yang lebih tinggi akan mampu mengalahkan negara besar dengan kebudayaan barbaric atau tradisional. Hal itu mendorong masyarakat Athena untuk mengembangkan diri dengan keilmuan dan ketrampilan. Peluang demikian diambil oleh kelompok Sophist untuk mengajari apa yang mereka butuhkan dengan meminta bayaran. Dari sinilah makna Sophist berubah menjadi kelompok guru keliling yang mengajarkan ketrampilan pidato, retorika, berdebat dan berargumentasi dalam rangka mencari uang.
Kekalahan Athena oleh Sparta pada tahun 404 SM, menyebabkan perubahan landasan nilai-nilai moral yang diyakini selama ini oleh masyarakat Athena. Athena menemukan padanan bagi landasan nilai-nilai masyarakat dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat yang lain. Hal tersebut mengundang perdebatan dalam rangka menemukan nilai hidup yang dianggap paling baik. Jika zaman thales abad ke-6 SM filosof menanyakan; “Terbuat dari apakah dunia?”, “Apa yang membuat dunia bisa bertahan?” maka pada paruh abad ke 5 SM, setelah peristiwa ini, pertanyaan-pertanyaannya adalah; “Bagaimana seharusnya kita hidup?” pertanyaan dasarnya adalah “Apakah kebenaran itu?”. Inilah pertanyaan Socrates; filosof yang hidup saat itu, dengan itulah Socrates dikenal sebagia filosof moral pertama. Pertanyaan-pertanyaan itu pula yang diajarkan Sophist kepada murid-muridnya dalam rangka menguasai wacana.
Sophist berasal dari kata yunani Sophistikos, Sophistes berarti “bijaksana, pintar, halus”, dari kata ini Sophist diartikan sebagai seorang yang mencintai kebijaksanaan. Kata Sophist dalam budaya yunani pra-socrates digunakan untuk sinonim dari filosof, professor ataupun guru. Mereka yang memiliki ketrampilan khusus sebagai pembuat kereta perang, senjata dan alat-alat pertempuran disebut sebagai Sophist. Istilah Sophist sudah dikenal bahkan sebelum thales (550 SM) abad ke-6 SM, dengan makna ini Thales bisa disebut juga sebagi seorang Sophist (filosof).
Kata Sophist mengalami perubahan makna ketika memasuki Athena pada pertengahan abad ke-5 SM. Sophist menjadi hanya sebagai nama sebuah gerakan guru keliling yang mengajar untuk mendapatkan uang. Mereka mengajari anak-anak bangsawan Athena, dan mereka yang mampu membayar; cara berdebat, retorika dan orator. Ketrampilan tersebut dibutuhkan oleh masyarakat Athena untuk membela diri dalam persidangan dihadapan dewan mahkamah Athena yang berjumlah 1505 orang dalam arena yang luas sehingga membutuhkan cara mengartikulasikan suara dalam ketrampilan orasi . Athena sejak awal dikenal sebagai negara yang demokratis , meskipun demokrasi Athena belum menyentuh kelompok budak dan wanita, namun dibandingkan Sparta yang menganut pemerintahan oligarki, Athena lebih demokratis.
Perang antara orang-orang Athena dari kota-kota Ionia dengan orang-orang Persia pada permulaan abad ke-5 SM, yang dimenangkan Athena pada pertempuran di Marathon pada tahun 409 SM , memberikan kepercayaan yang luar biasa kepada seluruh masyarakat Athena saat itu. Kemenangan itu memberikan pelajaran bagi penduduk negara-kota Athena, bahwa negara kecil dengan peradaban yang lebih tinggi akan mampu mengalahkan negara besar dengan kebudayaan barbaric atau tradisional. Hal itu mendorong masyarakat Athena untuk mengembangkan diri dengan keilmuan dan ketrampilan. Peluang demikian diambil oleh kelompok Sophist untuk mengajari apa yang mereka butuhkan dengan meminta bayaran. Dari sinilah makna Sophist berubah menjadi kelompok guru keliling yang mengajarkan ketrampilan pidato, retorika, berdebat dan berargumentasi dalam rangka mencari uang.
Kekalahan Athena oleh Sparta pada tahun 404 SM, menyebabkan perubahan landasan nilai-nilai moral yang diyakini selama ini oleh masyarakat Athena. Athena menemukan padanan bagi landasan nilai-nilai masyarakat dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat yang lain. Hal tersebut mengundang perdebatan dalam rangka menemukan nilai hidup yang dianggap paling baik. Jika zaman thales abad ke-6 SM filosof menanyakan; “Terbuat dari apakah dunia?”, “Apa yang membuat dunia bisa bertahan?” maka pada paruh abad ke 5 SM, setelah peristiwa ini, pertanyaan-pertanyaannya adalah; “Bagaimana seharusnya kita hidup?” pertanyaan dasarnya adalah “Apakah kebenaran itu?”. Inilah pertanyaan Socrates; filosof yang hidup saat itu, dengan itulah Socrates dikenal sebagia filosof moral pertama. Pertanyaan-pertanyaan itu pula yang diajarkan Sophist kepada murid-muridnya dalam rangka menguasai wacana.