Masjid,
sebuah bangunan suci milik ummat Islam yang juga merupakan tempat peribadatan
umma Islam di seluruh dunia yang sangat tidak asing bagi ummat manusia di dunia
ini. Secara harfiah, masjid adalah sebuah kata yang berakar dari bahasa Arab yaitu
sajada-yasjudu-sujuudan yang mempunyai arti bersujud, sehingga masjid dikatakan
sebagai tempat bersujud, sedangkan secara istilah, masjid adalah sebuah tempat
bagi ummat Islam yang digunakan untuk beribadah kepada Allah, seperti shalat.
Ya,
seperti yang kita kenal sekarang ini. Masjid mempunyai fungsi utama atau
mungkin satu-satunya fungsi sebagai tempat beribadah bagi ummat Islam, masjid
menjadi pusat kegiatan-kegiatan ke-Islam-an, seperti shalat, pengumpulan zakat,
atau pelaksanaan hari raya Islam, sehingga peran dan fungsi masjid dapat
dikatakan sebagai tempat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Perhatian
masyarakat Islam pun terhadap pembangunan masjid sangatlah besar, bahkan tak
segan-segan untuk membuat sebuah masjid, mereka mau untuk ikut bershadaqah
jariyyah demi kebaikannya di akhirat kelak, sehingga masjid yang dibangun pun
mampu menjadi sebuah bangunan yang sangat megah, mewah, dan penuh daya tarik,
bahkan dengan arsitektur yang sangat modern pula yang mampu membuat semua orang
terpana dengan kemegahannya. Bahkan saking megahnya, pengamanan yang dilakukan
diberlakukan di masjid pun sangatlah over protektif, sehingga masjid tersebut
hanyalah menjadi sebuah tempat wisata rohani saja dimana hanya orang-orang
tertentu saja yang bisa mengunjunginya.
Membangun
masjid sangatlah bagus dan dianjurkan oleh Nabi, bahkan Nabi menyatakan dalam
haditsnya yang diriwayatkan oleh Bukhary dan Muslim Dari Utsman bin Affan
semoga Allah meridhoi padanya dia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW: “barang siapa yang membangun sebuah masjid
karena mengharap keridhaan dari Allah, maka Allah akan membangunkan untuknya
sebuah istana di surga”. Tapi parameter ridho adalah abstrak dan tidak
dapat dijabarkan secara konkrit, sehingga semua orang berlomba-lomba membangun
masjid dengan keindahannya masing-masing, bukan hanya sebagai sarana
mendekatkan diri kepada Allah, tapi sebagai sarana prestisius kebanggaannya
masing-masing dengan sejuta keindahannya dan pengamanannya yang super
protektif, sehingga masjid tersebut hanyalah fisik saja yang kosong dari ruh
Islam di dalamnya, bahkan cenderung meningkatkan kesenjangan sosial antara si
miskin yang selalu dicurigai jika datang ke mesjid karena masjid tersebut
berkubahkan emas dan berlian, dan si kaya yang selalu disambut dengan hangat
dan karpet merah kemuliaan karena sumbangannya yang telah membangun masjid
dengan begitu megahnya.
Islam
sebagai agama yang mengatur segala hal dalam kehidupan manusia sangatlah
melarang adanya kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin, bahkan Al-Quran
menjelaskan secara terperinci tentang larangan adanya kesenjangan sosial
tersebut dalam QS Al-Ma’un bahwa orang-orang yang tidak mau memberikan bantuan
terhadap orang miskin juga dikategorikan sebagai orang-orang yang mendustakan
agama, atau dengan bahasa yang lebih jelas: ‘orang-orang yang membiarkan orang
miskin kelaparan/ membuat sebuah kesenjangan kelas sosial-ekonomi, juga
dihukumi sebagai orang-orang yang mendustakan agama’. Maka pantas
bermegah-megahan dalam pembangunan masjid dengan mengenyampingkan kondisi
sosial ekonomi masyarakat sekitar dikategorikan sebagai salah satu indikator
dekatnya masa tersebut denga hari Qiamat, seperti pada hadits yang diriwayatkan
dari Anas bin Malik semoga Allah meridhai padanya, dia berkata, telah bersabda
Rasulullah SAW: “tidak akan terjadi hari
Qiamat sampai ummatku bermegah-megahan dalam membangun masjid” (H. R.
AN-Nasa’i), karena dengan bermegah-megahan tersebut, akan adanya kelas sosial
yang memisahkan antara yang kaya dan miskin, sehingga persatuan ummat Islam
akan menjadi susah terwujud karena terbatasi oleh kelas sosial tersebut.
Sehingga
yang hendaknya menjadi perhatian kita bukanlah pada letak megah atau tidaknya
suatu masjid dengan segala keironisannya, tapi apakah masjid tersebut mempunyai
ruh sebagai masjid dengan segala aktivitas positifnya, ataukah hanya bangunan
masjid saja yang tidak mempunyai fungsi positif sebagai masjid selayaknya,
sehingga masjid tersebut hanya berfungsi sebagai monumen keagamaan saja?!.
Jikalau
kita melihat pada fungsi masjid pada zaman Rasulullah, tentulah sangat berbeda
jauh dengan kondisi masjid pada zaman sekarang. Dimana pada zaman Nabi, masjid
menjadi basis utama kekuatan ummat muslim, meskipun hanya didirikan dari
pelepah kurma sekalipun. Masjid menjadi tempat utama pertemuan Nabi dan para
sahabatnya, menjadi tempat utama kajian ilmu, menjadi tempat belajar, menjadi
tempat latihan militer, bahkan menjadi tempat tawanan perang. Pada masa itu
masjid menjadi peran sentral dalam kehidupan di masyarakat muslim, 1 pusat kekuatan
ruhani, melalui kagiatan diskusi dan kajian rutin antara Nabi dan para shahabat,
1 pusat kekuatan militer, dimana perumusan strategi perang juga kerap dilakukan
di masjid, 1 kekuatan pendidikan, dimana di masjid juga berlangsung majlis ilmu
dan pendidikan lainnya, 1 kekuatan ekonomi-sosial, dimana masjid menjadi tempat
berkumpulnya Nabi dan para shahabat untuk saling berbagi baik kehidupan
sehari-harinya secara sosial ataupun secara ekonomi, dan kesatuan lainnya yang
tergabung dalam satu petak tanah bernama masjid. Sehingga pada masa itu masjid
menjadi tempat yang sangat sentral bagi basis kekuatan ummat Islam dari
berbagai aspek, sehingga wajar jika pada masa kejayaan Islam, masjid menjadi
tempat yang sangat diperhitungkan oleh setiap orang, baik muslim ataupun
non-Islam, karena fungsi masjid pada waktu itu bukan sekedar monumen keagamaan
saja, tapi juga sebagai basis sentral ummat Islam dalam berbagai aspek.
Kemudian
jika kita melihat komparasi antara fungsi masjid pada zaman Rasulullah dan
zaman sekarang, tentulah kita akan dapat menyimpulkan betapa ironisnya fungsi
masjid kita sekarang ini, dimana masjid hanya menjadi seperti kandang singa
saja yang telah kehilangan singanya, masjid hanya sebatas monumen keagamaan
saja, tanpa ada yang memakmurkan masjid di dalamnya, padahal memakmurkan masjid
adalah salah satu indikator keimanan seseorang kepada Allah dan hari akhir,
seperti dijelaskan dalam Q.S. At-Taubah: 18 “sesungguhnya
yang memakmurkan masjid hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, serta tetap melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut
terhadap apapun kecuali kepada Allah saja. Maka mudah-mudahan mereka termasuk
pada orang-orang yang mendapatkan petunjuk”. Memakmurkan masjid pun juga
bukanlah hal yang sulit sampai harus mengorbankan harta dan nyawa, dengan ikut
menjaga kebersihan masjid, dan menghidupkan masjid dengan shalat berjamaah di
masjid dan tilawatil quran di masjid pun, itu sudah termasuk memakmurkan
masjid.
Sudahkah
kita memakmurkan masjid?
Mau
sampai kapankah ironi masjid ini akan kita biarkan berlanjut?
Lulu Fajar Ramadhan
Keputih 1A, 7 Oktober 2011
22.30 WITS