Menulis itu Gampang
Salah satu faktor utama yang
menjadi kendala dari kegiatan menulis adalah kita tidak mengetahui tentang apa
yang akan kita tulis pada tulisan itu, sehingga pandangan kita hanya tertuju
pada tema apa yang akan kita tulis tersebut. Setelah kita mempunyai ide pun
biasanya yang menjadi kendala lain dari menulis adalah kesulitan untuk memulai
kata pertama dan menyusun rangkaian kata tersebut menjadi sesuatu yang bermakna
dan mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi pembaca untuk dapat mengapresiasi dan
memberikan feedback terhadap apa yang kita tulis. Jika kita sudah mulai menulis
pun kadang kita terkendala dengan sistematika kepenulisan yang tidak terlepas
dari kaidah-kaidah yang cukup njelimet juga, sehingga hal tersebut sering juga
menjadi salah satu faktor yang menghambat kemajuan kita dalam dunia jurnalistik,
terlebih lagi bagi orang yang baru menekuni dunia jurnalistik.
Padahal secara sederhana
jurnalistik itu sendiri merupakan sebuah kegiatan pendokumentasian kegiatan
harian dalam bentuk tulisan, tidak terikat pada sebuah sistematika yang
bersifat rigid dan kaku. Namun pada perkembangannya jurnalistik itu sendiri
menjadi mempunyai suatu sistematika yang disepakati bersama dengan tujuan
peningkatan kualitas dari setiap tulisan yang dibuat agar lebih berbobot dan
dapat dipertanggung jawabkan secara nyata, sehingga hal tersebut memaksa insan
jurnalis untuk dapat menggali informasi berdasarkan fakta dan data yang akurat
dan dapat dipertanggung jawabkan.
1. Input
Pada
kegiatan menulis, hendaklah kita mempunyai inputan yang jelas terhadap apa yang
akan kita tulis berupa fakta, data, dan ide. Dan ketiga hal tersebut tidak akan
dengan mudah kita dapatkan kecuali dengan sikap kritis kita terhadap suatu
permasalahan yang tersedia di sekitar kita. Setelah muncul sikap kritis, maka
implikasinya adalah pencarian informasi oleh kita mengenai permasalahan
tersebut, misalnya dengan membaca sumber-sumber referensi yang jelas, bertanya
kepada pihak yang menjadi pakar dari permasalahan tersebut, ataupun jika
memungkinkan dengan eksperimen kita sendiri untuk dapat menemukan suatu
pengetahuan baru sebagai follow up dari hipotesa yang telah kita buat.
Membaca
merupakan hal penting yang ada dalam agama Islam, seperti yang tertera pada
wahyu pertama yang Nabi Muhammad SAW terima, berupa kata iqra’ bismi
rabbikal ladzii khalaq (bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah
menciptakan), bahkan Islam merupakan satu-satunya agama yang memperintahkan
untuk membaca secara khusus. Membaca dalam artian sempit yaitu menghayati dan
memaknai setiap kata yang kita hadapi dalam bentuk tulisan untuk dapat
menginisiasi maknanya menjadi suatu hal yang bermanfaat, tapi dalam artian
luas, membaca merupakan proses pendalaman dan penghayatan terhadap setiap yang
kita temui baik itu berupa tulisan ataupun berupa fenomena alam yang pada
akhirnya diinisiasi menjadi sebuah pengetahuan oleh kita selaku pembacanya.
2. Proses
Yang
terkait dari proses adalah berfikir. Setelah kita membaca segala hal dari
berbagai sumber yang relevan dengan kasus yang kita hadapi, maka proses yang
seharusnya ada adalah proses berfikir, karena tidak semua apa yang kita dapat
dari hasil membaca kita adalah fakta yang relevan dan akurat, karena pada
beberapa kasus, terkadang terjadi distorsi informasi dari kasus yang sedang
kita hadapi dikarenakan kepentingan berbagai pihak, ataupun karena kesalahan
informasi sang penulis buku sumber yang menjadi bahan bacaan kita, sehingga
klimaks nya pada setiap kasus akan terjadi pengkutuban antara sumber yang
bersifat pro/ setuju dan sering disebut sebagai tesis, dan sumber yang bersifat
kontra/ mengkritisi gagasan yang ada dari tesis nya sendiri. Kedua kutub
tersebut bukanlah bertujuan untuk mencampur baurkan antara yang fakta dan
dusta, tapi hal tersebut bertujuan sebagai sarana pencerdasan kepada para
pembaca selaku konsumen dari suatu bacaan, sehingga dalam membaca juga kita
harus bersikap kritis dan mendaya gunakan akal pikiran kita untuk menilai
validitas setiap informasi yang kita peroleh secara objektif (tabayyun), tanpa
campur tangan hawa nafsu apapun, seperti yang tersurat dalam QS Alhujurat: “wahai orang-orang yang beriman, jika datang
kepadamuseorang fasik dengan suatu berita/informasi, maka telitilah
kebenarannya (bertabayyunlah) agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena
kebodohan/kecerobohan tersebut yang pada akhirnya kamu akan menyesali
perbuatanmu itu”.
Berfikir
juga diperlukan sebagai sikap kritis kita untuk menguji dan menghasilkan
tulisan yang bermutu dari dua sumber yang telah kita konfrontirkan kebenarannya
dan kita simpulkan hasil akhirnya dalam tulisan yang akan kita tulis.
3. Output
Output
dari suatu proses jurnalistik tentulah berupa suatu tulisan yang merupakan
hasil dokumentatif kita terhadap suatu pencarian ilmu yang telah kita jalani
dari proses membaca dan berfikir serta mengkritisi terhadap apa yang telah kita
baca, dengan tujuan melalui tulisan tersebut, kita dapat memperluas khazanah
keilmuan yang telah ada dengan gagasan-gagasan baru kita yang menengahi kedua
kutub sumber tersebut atau malah menguatkan salah satunya sebagai suatu
pengambilan sikap yang jelas dari hasil tulisan kita.
Menulis
pun bukanlah suatu tindakan yang menyulitkan, kita hanya tinggal mengambil pena
dan menuliskan gagasan-gagasan kita pada worksheet yang telah tersedia. Karena
dengan menulis itupun sebenarnya merupakan suatu proses pengikatan terhadap
ilmu yang telah kita dapat, seperti pepatah Arab: “ilmuku itu ibarat binatang
buruan, dan tulisan itu ibarat tali ikatnya, maka ikatlah binatang buruanmu
dengan tali ikat yang kuat”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses jurnalistik itu
merupakan kesatuan aspek yang meliputi input-proses-output yang berupa
read-think-write. Untuk dapat membuat sebuah tulisan yang berkualitas, maka
kita harus banyak membaca buku-buku yang berkualitas dan mengkritisinya secara
mendalam untuk mendapatkan gagasan atau ilmu baru.
Jika kita ingin membudayakan menulis sebagai suatu trend
baru pemuda Islam dalam kehidupan sehari-harinya, atau lebih jauhnya dijadikan
suatu media untuk berdakwah bil kitab, maka hal yang pertama harus dibudayakan
adalah budaya membaca semenjak dini. Budayakan membaca, berfikir kritis, dan menulis
sebagai suatu rantai proses yang tidak akan pernah bisa dipisahkan antara yang
satu dengan yang lainnya.
Lulu Fajar Ramadhan - 1210100703
Keputih, 1 oktober 2011
01.42