Dare To Be Tahfizher?

Senin, 30 April 2012
Menjadi seorang haafizh mempunyai banyak keutamaan di dunia dan di akhirat, sehingga menghafalkan Al-Quran menjadi satu hal yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para salafush shalih sebagai salah satu tanda cinta seorang muslim kepada Allah dan Rasu-Nya

MEMBANGUN PERADABAN MELALUI MENTORING

Sabtu, 31 Maret 2012
Kata peradaban sering kali diidentikkan dengan kata tamaddun dengan merujuk kepada kondisi Madinah  dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW sebagai kondisi negara percontohan bagi seluruh ummat manusia untuk membangun peradaban manusia yang bermoral dan menjunjung nilai-nilai luhur agama dan budaya dalam seluruh aspek kehidupannya. Sehingga tidak mengherankan jika kondisi masyarakat yang beradab atau civil society sering dikaitkan dengan istilah masyarakat madani.
Membangun peradaban madani bukanlah sebuah utopia yang tidak dapat terlaksana pada zaman sekarang dengan tingkat komplekstivitas yang sangat tinggi, karena kita mempunyai role model yang sangat jelas untuk membangun kondisi masyarakat yang sangat ideal sebagaimana masyarakat madinah pada zaman Nabi Muhammad SAW. Sehingga dengan mengikuti sunnah Nabi dalam membangun peradaban madinah dan menerapkannya serta mentransformasikannya dalam kehidupan di era modern ini dengan segala tantangan globalnya, maka bukanlah hal yang mustahil peradaban Indonesia madani bisa terwujud di suatu hari nanti.
Dalam membangun peradaban madinah, Nabi melakukannya melalui serangkaian proses tarbiyyah dan dakwah yang dikemas secara rutin baik yang bersifat harian seperti sehabis shalat, atau mingguan seperti khutbah jum’at, atau tahunan seperti khutbah haji, atau yang bersifat eventually saja seperti khutbah haji wada. Tapi rangkaian dakwah dan tarbiyyah Nabi tidak hanya dakwah verbal saja yang hanya mampu menyentuh sisi kognitif dan afektif nya saja, tapi juga ditindak lanjuti dengan dakwah bil hal (amaliyyah) sebagai bentuk follow up dari dakwah verbal Nabi. Sehingga hasil yang dapat dalam proses pembinaan kader Islam yang mempunyai ketangguhan dalam aspek ruhaniyyah dan duniawiyyah dapat tercapai secara maksimal dengan rangkaian dakwah dan tarbiyyah Nabi yang lebih mengedepankan uswah sebagai contoh nyata bagi para shahabat dan ummat Islam untuk dapat mengamalkan Islam secara kaffah.

Jawaban untuk Soal Agama (part 1)

Pertanyaan Ke-1
Pada dasarnya semua agama samawi memiliki ajaran ketuhanan monotheisme, namun pada perkembangannya menjadi monotheisme hakiki dan monotheisme nisbi. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kedua monotheisme tersebut, dan bagaimana konsep ketuhanan menurut Islam?

Pemuda Idaman

Selasa, 29 November 2011

Menjadi pemuda idaman langit dan bumi merupakan cita-cita yang sama bagi semua orang. Beragam cara pun ditempuh untuk mendapatkan karakter tersebut, dari mulai study oriented, organization oriented, wealth oriented, selalu tampil up to date mengikuti perkembangan zaman, tampil gaul dan trendy, sok keren dengan anting-anting dan tatoo yang dipakai, dan berbagai idealisme lainnya yang menjadi pilihan pemuda dan pemudi lainnya di masa muda yang tidak akan pernah berulang lagi.

LIBERALISME VERSUS AGAMA TAUHID

Senin, 21 November 2011
LIBERALISME VERSUS AGAMA TAUHID
Oleh: Kang Daden Robi Rahman

Liberalisasi menyerang berbagai bidang kehidupan masyarakat, dari politik, ekonomi, sosial, informasi, moral, sampai agama. Kerusakan yang terjadi pada berbagai bidang, tidak separah akibat yang ditimbulkan dari liberalisasi agama. Dalam Islam, agama merupakan sumber pemberangkatan dan rujukan dari politik, social, dan moral itu sendiri. Begitupun tak beda jauh dengan agama yang lain, meskipun jelas tidak sama.

Yahudi telah lama mengalami liberalisasi, sehingga saat ini Liberal Judaism menjadi aliran resmi Yahudi. Kristen pun menjadi korban liberalisasi peradaban barat. Sebuah buku yang ditulis Herlianto – seorang aktivis Kristen asal Bandung – berjudul Gereja Modern, Mau Kemana? (1995) memaparkan dengan jelas kehancuran gereja-gereja di Eropa. Kristen kelabakan dihantam nilai-nilai sekulerisme, modernisme, liberalisme, dan klenikisme.

Kaum Kristen sejak lama menyadari benar akan bahaya ini. Dalam pertemuan misionaris Kristen se-dunia di Jerusalem tahun 1928, mereka menetapkan sekulerisme sebagai musuh besar Gereja dan misi Kristen. Dalam usaha untuk mengkristenkan dunia, Gereja Kristen bukan hanya menghadapi tantangan agama lain, tetapi juga tantangan sekularisme. (It was made clear that in its efforts to evangelize the world, the Christian Church has to confront not only the rival claims of non-Christian religious system, but also the challenge of secularism). Pertemuan Jerusalem itu secara khusus menyorot sekularisme yang dipandang sebagai musuh besar Gereja dan misinya, serta musuh bagi misi Kristen internasional.Lihat Tomas Shivute, The Theology of Mission and Evangelism, (Helsinki: Finnish Missionary Society, 1980), hal. 42-50. Paus yang baru, Benediktus XVI, juga dikenal sebagai Paus yang konservatif dan anti-liberal. Sebelumnya, tahun 2000, dia termasuk seorang perumus penting doktrin “Dominus Jesus” yang menolak paham Pluralisme Agama dan menegaskan, jalan satu-satunya untuk menuju Bapa adalah melalui Yesus Kristus

Di Amsterdam, misalnya, 200 tahun lalu 99 persen penduduknya beragama Kristen. Kini, tinggal 10 persen saja yang dibaptis dan ke gereja. Kebanyakan mereka sudah tidak terikat lagi dalam agama atau sudah menjadi sekuler. Di Perancis, yang 95 persen penduduknya tercatat beragama Katolik, hanya 13 persennya saja yang menghadiri kebaktian di gereja seminggu sekali.

Pada 1987, di Jerman, menurut laporan Institute for Public Opinian Research, 46 persen penduduknya mengatakan, bahwa “agama sudah tidak diperlukan lagi.” Di Finlandia, yang 97 persen Kristen, hanya 3 persen saja yang pergi ke gereja tiap minggu. Di Norwegia, yang 90 persen Kristen, hanya setengahnya saja yang percaya pada dasar-dasar kepercayaan Kristen. Juga, hanya sekitar 3 persen saja yang rutin ke gereja tiap minggu.

Masyarakat Kristen Eropa juga tergila-gila pada paranormal, mengalahkan kepercayaan mereka pada pendeta atau imam Katolik. Di Jerman Barat – sebelum bersatu dengan Jerman Timur — terdapat 30.000 pendeta. Tetapi jumlah peramal (dukun klenik/witchcraft) mencapai 90.000 orang. Di Perancis terdapat 26.000 imam Katolik, tetapi jumlah peramal bintang (astrolog) yang terdaftar mencapai 40.000 orang.

Fenomena Kristen Eropa menunjukkan, agama Kristen kelabakan menghadapi serbuan arus budaya Barat yang didominasi nilai-nilai liberalisme, sekulerisme, dan hedonisme. Serbuan praktik perdukunan juga tidak mampu dibendung. Di sejumlah gereja, arus liberalisasi mulai melanda. Misalnya, gereja mulai menerima praktik-praktik homoseksualitas. Eric James, seorang pejabat gereja Inggris, dalam bukunya berjudul “Homosexuality and a Pastoral Church” mengimbau agar gereja memberikan toleransi pada kehidupan homoseksual dan mengijinkan perkawinan homoseksual antara pria dengan pria atau wanita dengan wanita.

Sejumlah negara Barat telah melakukan “revolusi jingga”, karena secara resmi telah mengesahkan perkawinan sejenis. Parlemen Jerman masih terus memperdebatkan undang-undang serupa. Di berbagai negara Barat, praktik homoseksual bukanlah dianggap sebagai kejahatan. Begitu juga praktik-praktik perzinahan, minuman keras, pornografi, dan sebagainya. Barat tidak mengenal sistem dan standar nilai (baik-buruk) yang pasti. Semua serba relatif; diserahkan kepada “kesepakatan” dan “kepantasan” umum yang berlaku.

Maka, orang berzina, menenggak alkohol, mempertontonkan aurat, dan sejenisnya bukanlah dipandang sebagai suatu kejahatan, kecuali jika masyarakat menganggapnya jahat. Homoseksual dianggap baik dan disahkan oleh negara. Bahkan, pada November 2003, para pastor Gereja Anglikan di New Hampshire AS, sepakat untuk mengangkat seorang Uskup homoseks bernama Gene Robinson. Kaum Kristen yang homo itu melakukan perombakan terhadap ajaran Kristen, terutama mengubah tafsir lama yang masih melarang tindakan homoseksual.

Liberalisasi berjalan drastis ketika menemukan keberhasilannya dalam Yahudi Kristen. Langkahnya terus mencari korban, memporakporandakan agama. Islam sebagai satu-satunya agama yang solid, bebas cacat sejarah, dan sebuah peradaban terpanjang dalam sejarah yang menorehkan kemaslahatan pembebasan penghambaan manusia terhadap makhluk kepada Allah swt, menjadi rival terberat arus liberalisasi.

Dalam konteks Indonesia, liberalisasi Islam dimulai sejak 1970-an yang dijalankan melalui tiga bidang dasar dalam Islam. Pertama, liberalisasi aqidah dengan penyebaran pham pluralisme agama. Kedua, liberalisasi bidang syari'ah dengan melakukan perubahan metodologi ijtihad. Ketiga, liberalisasi konsep wahyu dengan melakukan dekonstruksi terhadap al-Qur'an.

Gerakan sistemik dan metodologik liberalisasi Islam Indonesia terlihat jelas, ketika Dr. Greg Barton, dalam disertasinya di Monash University, Australia memberikan sejumlah program Islam Liberal di Indonesia, yaitu: (a) Pentingnya konstekstualisasi ijtihad, (b) Komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan, (c) Penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama, (d) Pemisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non-sektarian negara. (Disertasi Greg Barton diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Paramadina, dengan judul Gagasan Islam Liberal di Indonesia. (1999:xxi).

Teori Hermeneutika Terhadap al-Qur'an


Teori Hermeneutika Terhadap al-Qur'an
Al-Qur'an dan Teori Hermeneutika Nashr Hamid Abu Zayd

Artikel berikut ditulis oleh: Kang Daden Robi Rahman

1. Mukaddimah
Pembahasan dalam makalah ini dimulai dengan penjelasan kata-kata kunci dalam judul, yang meliputi al-Qur’an, hermeneutika dan Nasr Hamid Abu Zayd. Dengan demikian diharapkan pembaca dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang topik bahasan. Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang tertulis dan terkumpul dalam lembaran Mushaf dan diwariskan dari generasi ke generasi secara mutawatir[1]Sedangkan hermeneutika adalah metode atau teori yang memfokuskan dirinya pada masalah interpretasi, khususnya digunakan dalam studi Bibel atau teks sastra.
Lebih lanjut dalam ensiklopedi Britannica dijelaskan bahwa ia adalah kajian tentang prinsip-prinsip umum terhadap penafsiran Bible. Bagi Yahudi maupun Kristen di sepanjang sejarah mereka, tujuan utama hermeneutika adalah untuk menemukan kebenaran dan nilai Bibel (Perjanjian Lama dan Baru) melalui berbagai tehnik. Seringkali tehnik yang digunakan adalah dengan menyandarkan pada kondisi sejarah tertentu (certain historical conditions), situasi-situasi polemik atau apologetik yang diperkirakan dapat menemukan kebenaran atau nilai.
Status kesucian Bibel menurut Yahudi dan Kristen diyakini bahwa ia adalah manifestasi wahyu Tuhan. Maka sebagian mereka berpendapat bahwa penafsiran Bibel harus bersifat harfiyah (literal), sebab firman Tuhan adalah jelas dan sempurna (explicit and complete). Sebagian lainnya berpendapat bahwa kata-kata dalam Bibel harus selalu memiliki makna spiritual yang mendalam. Sebab pesan dan kebenaran Tuhan dengan sendirinya membuktikan kebesaran. Namun ada yang menggabungkan pendapat keduanya, yaitu sebagian isi Bibel harus didekati secara harfiyah dan sebagian lainnya secara kiasan (figuratively).[2]Sedangkan Prof. Dr. Nasr Hamid Abu Zayd adalah pemikir modernis asal Mesir. Namanya sangat dikenal oleh para pemerhati pemikiran Islam setelah menggulirkan gagasan bahwa al-Quran hanyalah produk budaya, teks manusia, teks linguistik dan tidak lebih dari sekedar fenomena sejarah. Beberapa karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia[3] dan pemikirannya banyak diajarkan oleh para dosen, akademisi di beberapa perguruan tinggi dan disuarakan oleh banyak tokoh liberal. Pujaan dan penghargaan terhadapnya bertaburan di berbagai buku, jurnal, ruang-ruang perkuliahan, seminar dan situs-situs internet. Bahkan oleh media barat dia dipandang sebagai ‘hero’ bagi tumbuhnya kebebasan berfikir, sementara di negara asalnya dia difatwa kafir oleh mahkamah yang didukung lebih dari 2000 ulama.[4]Sebagai contoh, dalam encyclopedia Wikipedia, Abu Zayd dikisahkan sebagai seorang pemikir al-Qur’an (Qur’anic thinker) dan teolog liberal terkemuka asal Mesir. Dia menderita penganiayaan relijius yang serius, dikarenakan pandangannya tentang al-Qur’an sebagai sebuah karya sastera mistik.
Pada tahun 1995, dia dipromosikan untuk menduduki jabatan profesor, tetapi kontroversi keagamaan seputar karya akademisnya, membawanya pada keputusan murtad di pengadilan dan ditolak pengangkatannya. Encyclopedia Wikipedia mengulas bahwa pengadilan tersebut dikuasai oleh para cendekiawan Islam fundamentalis, sehingga dia diputuskan sebagai seorang murtad oleh pengadilan Mesir dan harus menceraikan istrinya. Dalam encyclopedia ini, Abu Zayd dikisahkan sebagai korban pelanggaran hak asasi manusia (a violation of human rights), korban pelanggaran kebebasan berekspresi (a violation of freedom of expression), korban pelanggaran kebebasan berkarya ilmiah (a violation of scientific freedom), korban pelanggaran privasi kehidupan keluarga (a violation of family private life) dan sebagainya.[5]Setelah mengaku adanya ancaman mati dari berbagai pihak,[6] pada tanggal 23 Juli 1995 Abu Zayd dan istrinya memutuskan untuk hengkang dari Mesir dan berdomisili di Belanda hingga sekarang.[7] Di negeri Belanda, Abu Zayd dihormati sebagai ilmuwan besar dalam bidang studi al-Quran, dianugerahi gelar profesor di bidang bahasa Arab dan studi Islam dari Leiden University, sebuah universitas kuno yang didirikan sejak tahun 1575 di Amsterdam selatan.Saat ini dia menduduki “kursi Ibnu Rusyd dalam bidang kemanusiaan dan Islam” di Universitas Utrecht, Belanda. Selain itu dia juga membimbing mahasiswa S2 dan S3 di Universitas Leiden (termasuk beberapa di antaranya adalah para mahasiswa dari Indonesia), dan aktif terlibat dalam proyek riset tentang hermeneutika Yahudi dan Islam sebagai kritik kultural, bekerja pada tim “Islam dan Modernitas” di Institute of Advanced Studies of Berlin (Wissenschaftskolleg zu Berlin).
Pada tahun 2005, dia menerima “the Ibn Rushd Prize for Freedom of Thought”, Berlin, sebuah penghargaan atas usahanya mengkampanyekan ‘kebebasan berfikir’ di Mesir.[8]Kajian tentang pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd dipandang penting, mengingat pengaruhnya yang luas di Indonesia. Sayangnya, belum banyak cendekiawan muslim Indonesia yang secara serius mengkritisi pemikirannya secara ilmiah dalam bentuk makalah atau buku.[9] Gambaran tentang besarnya pengaruh Abu Zayd di Indonesia, terutama di perguruan tinggi Islam, dapat kita simak dari laporan hasil penelitian Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama pada 15/11/06 tentang ‘Faham-faham Keagamaan Liberal Pada Masyarakat Perkotaan’. Di Yogya, penelitian difokuskan pada UIN Sunan Kalijaga, yang hasilnya menyebutkan:“Al-Quran bukan lagi dianggap sebagai wahyu suci dari Allah SWT kepada Muhammad saw, melainkan merupakan produk budaya (muntaj tsaqafi) sebagaimana yang digulirkan oleh Nasr Hamid Abu Zaid.
Metode tafsir yang digunakan adalah hermeneutika, karena metode tafsir konvensional dianggap sudah tidak sesuai dengan zaman. Amin Abdullah mengatakan bahwa sebagian tafsir dan ilmu penafsiran yang diwarisi umat Islam selama ini dianggap telah melenggengkan status quo dan kemerosotan umat Islam secara moral, politik, dan budaya. Hermeneutika kini sudah menjadi kurikulum resmi di UIN/IAIN/STAIN seluruh Indonesia. Bahkan oleh perguruan tinggi Islam dinusantara ini hermeneutika makin digemari. Terhadap Al-Hadits tetap harus ada kritik terhadap perawi-perawi hadits, kritik terhadap hadits-hadits mutawatir, bahkan terhadap ideologi Islam. Menurut Zuly Qadir bahwa yang menjadi salah satu kunci dari penafsiran agama adalah tidak ada tafsir dan pemahaman absolut terhadap agama.
Dalam menyikapi perbedaan, Islam Liberal tidak menjustifikasi benar atau salah[10]Selanjutnya, makalah ini secara ringkas dan sederhana akan difokuskan pada teori hermeneutika al-Qur’an versi Abu Zayd disertai dengan contoh-contoh ‘penemuannya’, pengaruhnya di Indonesia dan disertai dengan beberapa ulasan.

KADERISASI ISLAM

Jumat, 28 Oktober 2011


Seperti yang telah kita mafhumi, kaderisasi adalah sebuah proses pendidikan, pelatihan, dan proses mempersiapkan kader untuk regenerasi sebuah organisasi. Tapi kaderisasi dalam Islam mempunyai dimensi yang lebih luas dari hal itu semua. Dalam kaderisasi Islam, pengkaderan lebih ditujukan untuk mencetak insan-insan yang memiliki karakter khairu ummah dan dipersiapkan untuk menjadi khalifatul ardl yang siap untuk mengemban amanah Islam di masa mendatang untuk kemaslahatan seluruh ummat manusia dengan mengedepankan visi yang berorientasi ukhrawi. Hal tersebut ditujukan, sesuai dengan tujuan Islam sendiri sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi semesta alam, bukan hanya Islam saja.

23 / 1500

Rabu, 19 Oktober 2011

Sebuah Refleksi
Rasanya tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak mengenal sosok Nabi Muhammad SAW, sebagai tokoh perubahan modern yang paling sukses sepanjang masa, sehingga Michael Hart tidak tanggung-tanggung untuk menempatkan Nabi Muhammad SAW pada urutan yang pertama dalam bukunya yang berjudul “Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah”, sebagai apresiasinya terhadap keberhasilan dakwah Nabi Muhammad yang hanya berlangsung 23 tahun saja, tapi memberikan dampak selama 1500 tahun kurang.
Nabi Muhammad bukanlah orang yang abadi dan penuh kesaktian, terbukti dari pernah terlukanya beliau pada beberapa peperangan, bahkan beliau pun pernah mengalami sakit semasa hidupnya. Itu menunjukkan bahwa beliau adalah orang biasa, bukan malaikat. Tapi kunci keberhasilan dakwah beliau bukanlah pada aspek fisiknya, melainkan melalui proses kaderisasi yang beliau sampaikan kepada para shahabat yang di kemudian hari diinisiasi oleh para shahabat yang lainnya dalam menyiarkan Islam sampai sekarang, terlepas dari kebenaran Al-Quran yang memang sudah pasti benar absolut dan tidak mungkin ada yang dapat menandinginya.

IRONI MASJID

Jumat, 07 Oktober 2011

Masjid, sebuah bangunan suci milik ummat Islam yang juga merupakan tempat peribadatan umma Islam di seluruh dunia yang sangat tidak asing bagi ummat manusia di dunia ini. Secara harfiah, masjid adalah sebuah kata yang berakar dari bahasa Arab yaitu sajada-yasjudu-sujuudan yang mempunyai arti bersujud, sehingga masjid dikatakan sebagai tempat bersujud, sedangkan secara istilah, masjid adalah sebuah tempat bagi ummat Islam yang digunakan untuk beribadah kepada Allah, seperti shalat.
Copyright @ 2013 elfaakir 23. Designed by Templateism | MyBloggerLab

About Metro

Follow us on Facebook