FILSAFAT ILMU USHUL FIKIH

Kamis, 17 November 2011

FILSAFAT ILMU USHUL FIKIH
Oleh: Kang Daden Robi Rahman
Pendahuluan
Keberadaan filsafat sangat urgen dalam memaksimalkan peran manusia sebagai khalifah di bumi. Filsafat sebagai simbol berpikir mendalam dikenal pula dalam khazanah ilmu-ilmu Islam. Tulisan sederhana ini akan mengurai dengan sederhana filsafat hukum islam, yakni ushul fikih, dalam pandangan filsafat ilmu. Bagaimana ushul fikih bergerak dalam memproduksi hukum syari’at? Apa sumber ilmu yang dipegangnya? Bagimana validitasnya dan tingkat kebenaran ilmu tersebut? Seluruhnya akan dibahas secara ringan dalam tulisan ini.
Gambaran Singkat Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu terdiri dari dua kata, yaitu filsafat dan ilmu. Filsafat dalam bahasa Inggris disebut philosophy. Kata ini berasal dari bahasa Yunani, philosophia yang terdiri dari dua kata, yakni philos yang berarti cinta, atau philia yang berarti persahabatan, tertarik kepada, dan sophos yang berarti hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, dan intelegensi.[2] Sophos yang berarti hikmah (kebijaksanaan). Sedangkan hikmah dalam bahasa Arab, sebagaimana yang dijelaskan Ibn Mandzur dalam Lisān al-‘Arab, adalah terhindar dari kerusakan dan kezaliman, karena hikmah adalah ilmu yang sempurna dan manfaat. Sedangkan Fu’ad Iframi Bustani dalam Munjid al-Thullāb, menyatakan bahwa hikmah secara etimologi adalah al-‘adl (menempatkan sesuatu pada tempatnya), al-hilm (akal baligh/pemikiran yang sempurna), dan al-falsafah.[3] Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan , keadilan, atau kebenaran (love of wisdom).
Pelaku yang berfilsafat disebut filosof, yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.[4] Adapun pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof, sebagaimana dikutip Lorens Bagus dalam bukunya, Kamus Filsafat, adalah sebagai berikut:
1. Upaya spekulatif untk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan, baik sumbernya, hakikatnya, keabsahannya, maupun nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu anda melihat apa yang anda katakan dan untuk mengatakan apa yang anda lihat.[5]

KONSEP TAJDĪD DALAM ISLAM

KONSEP TAJDĪD DALAM ISLAM
oleh: Kang Daden Robi Rahman
Pendahuluan
Perubahan dan pergerakan dunia semakin hari semakin sulit untuk dibendung. Hampir setiap hari, kita menemukan hal-hal baru dalam peradaban manusia. Tidak hanya dalam ranah teknologi, namun juga merambah masuk ke dalam sisi-sisi kehidupan lainnya. Politik, hukum, sosial dan budaya; semuanya –secara serta merta- terkena dampak dari derasnya laju perubahan dunia kontemperor ini.
Akibatnya, para penganut agama umumnya mulai mempertanyakan bagaimana posisi agama dalam kancah perubahan yang global ini. Masihkah agama sanggup menjalankan perannya dalam menjawab segala perubahan? Atau mungkin disinilah era agama akan berakhir? Atau memang antara agama dan segala kemajuan zaman itu samasekali tidak memiliki hubungan?

Pertanyaan-pertanyaan ini tentu saja tidak berhenti hingga di situ. Sebagai seorang muslim kita pun tentu akan bertanya: apakah perubahan itu kemudian menyebabkan terjadinya perubahan Syariat Islam? Bila iya, apakah perubahan itu mengharuskan kita merombak semua hukum-hukumnya, atau hanya bagian tertentu yang harus disesuaikan?[1]
Pertanyaan-pertanyaan itu tentu saja membutuhkan waktu panjang untuk menjawabnya. Akan tetapi, dalam makalah singkat ini akan diuraikan sekilas tentang pandangan Islam terhadap perubahan itu. Tentu saja, semuanya berangkat dari keyakinan bahwa Syariat Islam adalah syariat samawiyah paripurna yang akan berlaku dan menjawab semua problem kemanusiaan hingga akhir zaman.

LIBERALISME VERSUS AGAMA


LIBERALISME VERSUS AGAMA
Menyikapi Tarik Ulur RUU Pornografi
Daden Robi Rahman
Liberalisme pemikiran telah memporakporandakan sendi-sendi kehidupan. Pemikiran yang tercemar dengan hawa nasfu akan merusak tatanan moral masyarakat. Dasar liberalisme yang mengacu kepada rasio, spekulasi filsafat dan memandang makna realitas dan kebenaran dengan memakai kacamata sosial, kultural, empiris, dan rasional telah membuahkan penolakan terhadap kebaikan dan kemaslahatan diri dan masyarakat.
Kasus pornografi yang kian marak hari-hari ini menjadi parameter menjamurnya arus liberalisme pemikiran yang berbuah dekadensi moral. Dengan landasan kebebasan tanpa batas dan hak asasi manusia versi 'manusia' yang meruntuhkan kewajiban manusia, tidak sedikit yang menolak tersahkannya RUU Pornografi.
Berdasar sensus, masyarakat Indonesia merupakan pengonsumsi situs porno terbesar ketiga. Ironis memang, sebagai negara yang identik dengan adat ketimuran dan bahkan penduduk muslim terbesar di dunia menyandang gelar seperti itu. Tetapi kenyataan ini menunjukan adanya indikasi konkrit bahwa negara muslim ini merupakan proyek besar arus liberalisasi.
Ormas dan partai Islam yang sangat bersemangat menggolkan RUU Pornografi menjadi alasan penting terjadinya penolakan. Karena mereka –penolak- seakan mencium isu peraturan berbau syari'ah. Hal tersebut terlihat ketika semangat yang tak kalah teriakannya dari fraksi PDIP dan PDS di DPR yang notabene sebagai partai nasionalis sekuler dan berbasis kristen menolak mentah-mentah RUU Pornografi.
Kedua, kondisi budaya 'telanjang' –baca: busana minim bahan- telah sangat dinikmati oleh pengumbar dan penikmat shahwat syaithani. Katakanlah para artis yang mengais rezeki dari memamerkan aurat, pelacur kelas teri sampai kelas kakap yang selama ini seakan mendapat legitimasi karena mendapat lokalisasi dan julukan PSK, 'penduduk' bali yang mendapat pemasukan hebat dari turis dan wisatawan asing yang biasa dengan budaya 'telanjang', sampai anggota legislatif yang sudah banyak terblow up media karena kasus amoral seperti Yahya Zaeni, Max Muin, dan lain-lain.
Ketiga, sikap apriori bahkan anti pati terhadap agama sebagai simbol pembangun moral yang secara perlahan merasuk jiwa masyarakat yang di usung atheis berbaju agama dan pengusung kesetaraan pembebas kewajiban yang sangat dikembang biakkan oleh berbagai kepentingan barat untuk merusak Islam khususnya dan agama-agama umumnya.
Kemasan penolakan yang diusung dengan dalih seni, kebebasan, dan hak asasi manusia tidaklah tepat. Dari mulai agama, moral, fitrah asasi manusia, dan ketulusan jiwa mana yang mengijinkan pornografi dan porno aksi. Semuanya hanya akan memposisikan manusia pada derajat yang rendah, bahkan lebih rendah dari binatang, karena manusia dikaruniai akal pikiran.
Islam tidak memonopoli larangan pornografi, termasuk Yahudi, Nasrani, Hindu dan bahkan peradaban dulu mengajarkan anti pornografi. Tetapi yang ironis, mengapa seakan umat Islam Indonesia yang hanya memperjuangkan RUU Pornografi.

Dr. Huda Darwish dalam Hijab al-Mar'ah: Bayna al-Adyan wa al-‘Almaniyah menyebutkan bahwa pada masa Fir'aun, para wanitanya memelihara keindahan tubuhnya dengan mengenakan hijab –penutup tubuh- yang menutupi pundak, dada, lengan, dan rambut dengan al-barukah -wig- untuk menjaga dari sinar matahari. Bahkan menurut beliau, dalam ajaran budha diatur interaksi dengan wanita tanpa melihat mereka.

JIHAD DAN TERORISME

JIHAD DAN TERORISME
Ditulis oleh: Kang Daden Robi Rahman

Dalam kondisi dunia yang terhegemoni kekuatan Barat saat ini, tidak aneh kiranya banyak kita temui para ustadz, kyai, ‘ulama, mujāhid, dan para aktifis Islam lainnya menjadi sasaran para penguasa zhalim. Apalagi isu terrorisme yang berkembang sekarang, dimana isu ini sudah menjadi isu global. Dikarenakan kekuatan global ada di pada kekuasaan-kekuasan tiran yang dikoordinatori Amerika sebagai representasi kekuatan Barat, maka kaum muslimin yang tsiqah pun menjadi sasaran korban kebiadaban mereka. Pemerintahan Amerika dan sekutunya telah mengarahkan pandangan manusia dunia, termasuk negeri-negeri muslim, untuk menyatakan bahwa apa yang dilakukan kaum muslimin dunia yang melaksanakan syari’at Islam, khususnya jihad adalah para teroris yang mesti ditangkap, dipenjarakan, bahkan dibunuh. Dan patut disayangkan, banyak dari kaum muslimin yang termakan makar tersebut, yang akhirnya mereka bukannya membantu para mujahidin, justru mencelanya. Akhirnya kaum muslimin pun khawatir, bahkan takut kalau berbicara jihad, apalagi mengamalkannya.
Bahkan bukan hanya umat Islam saja yang menjadi sasaran, lebih parah lagi Islam diidentikan dengan terorisme. Mereka mencoba membuat opini, wacana, dan makar bahwa Islam sebagai agama adalah dogma, dogma dogma identik dengan fanatisme, fanatisme menimbulkan fundamentalisme, fundamentalisme identik dengan jihad, dan jihad melahirkan terorisme.
Isu terorisme yang selalu dikait-kaitkan dengan kaum muslimin dan Islam ini adalah bentuk peperangan pada ranah opini dan pemikiran atau biasa disebut dengan ghazwul fikry. Seharusnya kita tidak boleh begitu gampang termakan makar. Tetapi begitulah realitas yang menimpa kaum muslimin dunia yang seakan inferior dibawah superioritas Barat. Padahal sangat jelas makar bahwa jihad identik dengan terorisme adalah fitnah yang diarahkan kepada umat Islam. Di satu sisi, ajaran jihad merupakan ajaran yang jelas adanya di dalam Islam. Bahkan jihad mempunyai kedudukan yang teramat mulia di dalam Islam, sebagaimana sabda Rasul SAW,
“Maukah aku kabarkan kepala segala urusan, tiangnya, dan puncak ketinggiannya? Saya (Muadz) berkata: Tentu ya Rasulullah. Rasul bersabda: Kepala setiap urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncak ketinggiannya adalah jihad fī sabīlillāh” (HR. at-Tirmidzi [no.2616](
Disisi lain, terorisme merupakan sebuah paham yang dikecam oleh Islam, karena paham ini merupakan paham yang mengajarkan kekerasan, menyebarkan ancaman, dan menebarkan permusuhan. Sebagaimana telah dirumuskan Majma’ al-Fiqh al-Islāmy sebagai lembaga fikih internasional, menyatakan terorisme sebagai suatu permusuhan yang ditekuni oleh individu-individu, kelompok-kelompok, atau negara-negara dengan penuh kesewenang-wenangan terhadap manusia (agama, darah, harta, dan kehormatannya). Dan ia mencakup berbagai bentuk pemunculan rasa takut, gangguan, ancaman, dan pembunuhan tanpa hak serta apa yang berkaitan dengan bentuk-bentuk permusuhan, membuat ketakutan di jalan-jalan, membajak di jalan dan segala perbuatan kekerasan dan ancaman. Aplikasinya terjadi pada suatu kegiatan dosa secara individu maupun kelompok, dengan target melemparkan ketakutan di tengah manusia, atau membuat mereka takut dengan gangguan terhadap mereka, atau memberikan bahaya pada kehidupan, kebebasan, keamanan, atau kondisi-kondisi mereka. Dan diantara bentuk-bentuknya, melekatkan bahaya pada suatu lingkungan, fasilitas, maupun kepemilikan umum atau khusus, atau memberikan bahaya pada salah satu sumber daya atau asset negara atau umum. Seluruh hal ini tergolong kerusakan di muka bumi yang dilarang Allah SWT. (Qarārāt al-Majma’ al-Fiqh al-Islāmy dalam Dzulqanain ibn Muhammad Sanusi, Meraih Kemuliaan Dengan Jihad, Pustaka as-Sunnah, 2006, hal.165)
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al-A’raf:56).

PANDANGAN POLITIK HASSAN AL-BANNA


PANDANGAN POLITIK HASSAN AL-BANNA
Ditulis oleh: Kang Daden Robi Rahman

Pendahuluan
Islam sebagai agama universal memiliki kandungan ajaran dan konsep yang integral. Berbagai aspek kehidupan dibahas dan diaturnya. Ia laksana cahaya yang menyinari seluruh lapisan dan bidang kehidupan, baik ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lainnya. Islam sebagai way of life merupakan peradaban yang tidak mendikotomikan dunia dan akhirat, jasad dan ruh, wadah dan isi, materi dan nilai.
Dalam bidang politik misalnya, Islam mendudukannya sebagai sarana penjagaan urusan umat (ri’āyah syu-ūn al-ummah). Islam dan politik tidak bisa dipisahkan, karena Islam tanpa politik akan melahirkan terbelenggunya kaum muslimin yang tidak memiliki kebebasan dan kemerdekaan melaksanakan syari’at Islam. Begitu pula politik tanpa Islam, hanya akan melahirkan masyarakat yang mengagungkan kekuasaan, jabatan, materi, dan duniawi saja, kosong dari aspek moral dan spiritual. Oleh karena itu kedudukan politik dalam Islam sangat urgent, mengingat kemerdekaan dan kebebasan melaksanakan syari’at Islam dapat diwadahi oleh politik.
Islam dan politik integratif terwujud pada beberapa pemikir dan politisi muslim seperti Al-Mawardi (w.1058 M), Ibn Taimiyyah (w.1328 M) Ibn Khaldun (w.1406 M), Ibn Abd al-Wahhab (w.1793 M), Jamaluddin al-Afghani (w.1897 M), dan Muhammad Abduh (w.1905 M) sebagai contoh adalah beberapa nama pemikir muslim yang menjadi rujukan dalam pemikiran politik. Namun selain beberapa nama itu, tokoh pergerakan Islam dari tanah Mesir, Hasan al-Banna memiliki pemikiran yang menarik dalam bidang politik.
Bahkan beberapa kalangan tokoh muslim seperti Thanthawi Jauhari memandang al-Banna sebagai pemikir, politisi, dan pejuang besar di masanya dan setelahnya. Sebagaimana dikutip Muhammad Abdul Qadir Abu Faris dalam bukunya, Fikih Politik Menurut Imam Hasan al-Banna, Thanthawi Jauhari berkata: “Dalam pandangan saya, Hasan Al-Banna lebih besar dari Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Beliau memiliki temperamen yang menakjubkan yang berupa takwa dan kecerdikan politis, Beliau berhati Ali dan berotak Mu’awiyah. Saya melihat padanya sifat-sifat seorang pemimpin yang mana dunia Islam sedang kehilangan tokoh seperti itu.”
Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dibahas mengenai pemikiran politik Hasan al-Banna. Bagaimana ia menuangkan ide dan gagasannya, sehingga bisa mewujudkan organisasi Islam yang berpolitik dengan semangat pembaruan pada zamannya dan menjadi cermin dan rujukan pada masa setelahnya.

Tajdid vs Modernisme


ditulis oleh: Kang Daden Robi Rahman

Pendahuluan
Kemajuan teknologi dan informasi mengindikasikan perjalanan zaman yang mengalami puncak kesuksesan duniawi dan sekaligus keberakhiran dunia yang semakin dekat. Kemajuan ini pun diiringi dengan persoalan manusia yang semakin kompleks dan menuntutnya untuk selalu eksis dan aktif menjadi problem solver. Maka konsep tajdīd (pembaharuan) menjadi keniscayaan wujudnya dalam menjawab tantangan zaman tersebut. Dalam hal ini, Islam sebagai agama kāmil mutakāmil, syāmil mutasyāmil (sempurna dan paripurna), menjadi pijakan dasar dalam mempelopori setiap jengkal langkah zaman yang menantang pembaharuan.
Keyakinan umat Islam terhadap kesempurnaan Islam dalam menjawab problem dan challenge masa yang kian bergulir, ditanggapi secara beragam dalam aplikasi memahami konsep tajdīd. Diantaranya dapat ditemukan gerakan pembaruan yang mengusung keniscayaan pembaruan dengan meninggalkan ajaran dan doktrin Islam di masa silam (baca: zaman nabi Muhammad saw.) yang dipandang secara subjektif tidak lagi cocok dengan tuntutan zaman modern. Dalam peta pemikiran nasional, Jaringan Islam Liberal (JIL) merupakan representasi kelompok ini. Mereka menilai plagiatisasi ajaran nabi saw. dulu merupakan kemandekan, bersifat puritan, dan anti terhadap reformasi keagamaan.[1] Mereka sangat membanggakan para pemikir liberal yang mereka golongkan berada pada kelompok gerakan ini, seperti Mohammad Arkoun, Fatimah Mernissi, Muhammad Abid al-Jabiri, Aziz Azmeh, Nasr Hamid Abu Zayd, dan Abdullahi Ahmed An-Naim.[2] Di lain pihak ditemukan pula gerakan yang menginginkan tajdīd dengan kembali kepada Al-Qur’an dan al-Sunnah sesuai tuntunan nabi Muhammad saw.
Meminjam hasil penelitian John L. Esposito dalam karyanya, Islam: The Straight Path, menjelaskan kategori dan klasifikasi pergerakan pembaruan kedalam empat aliran. Pertama, kaum sekuler yang mendukung agama hanya untuk urusan pribadi dan pengucilannya dari kehidupan publik. Kedua, konservatif yang bergerak untuk kembali kepada al-Qur'an dan al-sunnah dengan penekanan mengaplikasikan hukum tradisional, bukan reinterpretasi yang membuka peluang perubahan dalam hukum. Mereka memandang tidak begitu penting merujuk langsung kepada al-Qur'an dan al-sunnah untuk memperoleh jawaban-jawaban baru. Ketiga, neotradisionalis, yang dominan sama dengan konservatif. Tetapi kaum ini disatu sisi menghormati rumusan-rumusan hukum klasik, tetapi tidak terikat dengan rumusan-rumusan tersebut. Mereka merujuk langsung kepada sumber-sumber Islam utama, guna berijtihad dan menerapkan kembali sumber-sumber dimaksud pada kebutuhan-kebutuhan dan kondisi-kondisi kontemporer. Keempat, neomodernis yang membedakan secara tajam antara substansi dan bentuk, antara kaidah dan nilai-nilai wahyu dengan lembaga dan praktik yang terkondisikan oleh sejarah dan kemasyarakatan yang dapat dan harus diubah untuk memenuhi kondisi-kondisi kontemporer.[3]
Keempat gerakan tersebut, mempunyai banyak perbedaan, dan satu persamaan, yakni urgensitas tajīd diperlukan hari ini. Dimana saat ini kaum muslimin seakan gagap dan inferior di bawah hegemoni Barat. Maka tidak aneh kiranya, gerakan neomodernisme –dalam istilah John L. Esposito- seakan mengusung superioritas Barat dan inferioritas Islam, mem-Barat-kan Islam, bukan meng-Islam-kan Barat. Akibatnya, banyak nilai-nilai Islam, bahkan yang bersifat prinsipil dinafikan karena dianggap mengganggu kemajuan peradaban modern dan harus dibuang. Ide-ide seperti sekulerisme, liberalisme dan pluralisme yang marak belakangan ini tidak lebih merupakan bukti atas hal itu.
Oleh karena itu, perlu kiranya ada penjelasan konkret dan pemahaman proporsional mengenai hakikat tajdīd dalam Islam sebagai solusi atas respon zaman yang terus bergulir. Hal ini didasari atas kenyataan merebaknya kepentingan suatu peradaban (baca: Barat) menghancurkan peradaban Islam,[4] atau meminjam istilah Huntington yang disebut dengan Clash of Civilization (benturan peradaban).

KADERISASI ISLAM

Jumat, 28 Oktober 2011


Seperti yang telah kita mafhumi, kaderisasi adalah sebuah proses pendidikan, pelatihan, dan proses mempersiapkan kader untuk regenerasi sebuah organisasi. Tapi kaderisasi dalam Islam mempunyai dimensi yang lebih luas dari hal itu semua. Dalam kaderisasi Islam, pengkaderan lebih ditujukan untuk mencetak insan-insan yang memiliki karakter khairu ummah dan dipersiapkan untuk menjadi khalifatul ardl yang siap untuk mengemban amanah Islam di masa mendatang untuk kemaslahatan seluruh ummat manusia dengan mengedepankan visi yang berorientasi ukhrawi. Hal tersebut ditujukan, sesuai dengan tujuan Islam sendiri sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi semesta alam, bukan hanya Islam saja.

Andai Aku Seorang Putra Keraton

Sabtu, 22 Oktober 2011

Andai Aku Seorang Putra Keraton

Menjadi seorang putra keraton tentulah merupakan sebuah nasib yang sangat beruntung karena semua orang akan melihat kedudukan tersebut dan mengelu-elukan kehadirannya di tengah-tengah mereka. Bahkan tidak sedikit orang biasa yang tidak punya darah kerajaan mengharapkan untuk juga bisa menjadi bagian dari keluarga keraton, yaitu menjadi menantu bagi sang raja. Karena hanya dengan cara itu saja dirinya bisa mendapatkan kehormatan seperti keluarga keraton yang lainnya. Tapi sayang, tidak semua orang dapat menjadi salah satu bagian dari keluarga keraton; raja terlalu selektif untuk memilih calon menantu yang akan menjadi bagian dari keluarga keraton, sehingga tetap saja rakyat jelata adalah rakyat jelata yang tidak mungkin bisa menjadi bagian dari keluarga keraton; sistem feodalisme turun-temurun yang selalu dipertahankan dengan alih-alih tradisi sehingga menjadi pedang bermata dua: menghapuskan harapan rakyat jelata untuk menjadi bagian dari keluarga keraton dan mengukuhkan keraton sebagai pusat dari sumber kehormatan kharismatik dari segala kehormatan, bahkan sapi milik keraton saja sampai diperlakukan layaknya dewa saking tingginya penghormatan rakyat kepada keraton.
Pernikahan putra keraton menjadi hal yang begitu istimewa, sakral, dan penuh nilai-nilai glamour untuk menandakan: ‘yang sedang menikah adalah orang terhormat’, bahkan tamu-tamunya pun adalah orang terhormat, tamu rakyat jelata hanya berada di belakang saja, tidak bisa ikut duduk bersama dengan tamu-tamu terhormat dalam satu barisan kursi tamu undangan. Tamu terhormat pun mempunyai beragam latar belakang, dari mulai sanak saudara keraton, pengusaha-pengusaha sukses, raja-raja dari kerajaan lain bahkan sampai pejabat-pejabat tinggi negara ikut menjadi tamu undangan pernikahan putra keraton. Sungguh sebuah pernikahan yang hebat. Sehingga KPK pun harus turun tangan menangani angpau yang bersebaran masuk kantong keraton pada hari itu dengan dalih: khawatir ada indikasi gratifikasi. Tapi rakyat kecil tidaklah banyak masalah, mereka juga ikut hanyut dalam euforia pesta pernikahan, dan ikut berbahagia atas pernikahan dua mempelai yang keduanya berasal dari keluarga keraton atau kerajaan juga, dengan harapan tradisi leluhur turun-temurun dapat tetap bertahan di tengah derasnya arus modernisme.

23 / 1500

Rabu, 19 Oktober 2011

Sebuah Refleksi
Rasanya tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak mengenal sosok Nabi Muhammad SAW, sebagai tokoh perubahan modern yang paling sukses sepanjang masa, sehingga Michael Hart tidak tanggung-tanggung untuk menempatkan Nabi Muhammad SAW pada urutan yang pertama dalam bukunya yang berjudul “Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah”, sebagai apresiasinya terhadap keberhasilan dakwah Nabi Muhammad yang hanya berlangsung 23 tahun saja, tapi memberikan dampak selama 1500 tahun kurang.
Nabi Muhammad bukanlah orang yang abadi dan penuh kesaktian, terbukti dari pernah terlukanya beliau pada beberapa peperangan, bahkan beliau pun pernah mengalami sakit semasa hidupnya. Itu menunjukkan bahwa beliau adalah orang biasa, bukan malaikat. Tapi kunci keberhasilan dakwah beliau bukanlah pada aspek fisiknya, melainkan melalui proses kaderisasi yang beliau sampaikan kepada para shahabat yang di kemudian hari diinisiasi oleh para shahabat yang lainnya dalam menyiarkan Islam sampai sekarang, terlepas dari kebenaran Al-Quran yang memang sudah pasti benar absolut dan tidak mungkin ada yang dapat menandinginya.

IRONI MASJID

Jumat, 07 Oktober 2011

Masjid, sebuah bangunan suci milik ummat Islam yang juga merupakan tempat peribadatan umma Islam di seluruh dunia yang sangat tidak asing bagi ummat manusia di dunia ini. Secara harfiah, masjid adalah sebuah kata yang berakar dari bahasa Arab yaitu sajada-yasjudu-sujuudan yang mempunyai arti bersujud, sehingga masjid dikatakan sebagai tempat bersujud, sedangkan secara istilah, masjid adalah sebuah tempat bagi ummat Islam yang digunakan untuk beribadah kepada Allah, seperti shalat.

Menulis Itu Gampang

Senin, 03 Oktober 2011
Menulis itu Gampang
Salah satu faktor utama yang menjadi kendala dari kegiatan menulis adalah kita tidak mengetahui tentang apa yang akan kita tulis pada tulisan itu, sehingga pandangan kita hanya tertuju pada tema apa yang akan kita tulis tersebut. Setelah kita mempunyai ide pun biasanya yang menjadi kendala lain dari menulis adalah kesulitan untuk memulai kata pertama dan menyusun rangkaian kata tersebut menjadi sesuatu yang bermakna dan mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi pembaca untuk dapat mengapresiasi dan memberikan feedback terhadap apa yang kita tulis. Jika kita sudah mulai menulis pun kadang kita terkendala dengan sistematika kepenulisan yang tidak terlepas dari kaidah-kaidah yang cukup njelimet juga, sehingga hal tersebut sering juga menjadi salah satu faktor yang menghambat kemajuan kita dalam dunia jurnalistik, terlebih lagi bagi orang yang baru menekuni dunia jurnalistik.
Padahal secara sederhana jurnalistik itu sendiri merupakan sebuah kegiatan pendokumentasian kegiatan harian dalam bentuk tulisan, tidak terikat pada sebuah sistematika yang bersifat rigid dan kaku. Namun pada perkembangannya jurnalistik itu sendiri menjadi mempunyai suatu sistematika yang disepakati bersama dengan tujuan peningkatan kualitas dari setiap tulisan yang dibuat agar lebih berbobot dan dapat dipertanggung jawabkan secara nyata, sehingga hal tersebut memaksa insan jurnalis untuk dapat menggali informasi berdasarkan fakta dan data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan.

PERKEMBANGAN PERADABAN PEMIKIRAN ISLAM

Minggu, 18 September 2011

DISKUSI BERSAMA DR ADIAN HUSAINI: “PERKEMBANGAN PERADABAN PEMIKIRAN ISLAM”
Kerusakan pemikiran Islam dapat ditemukan dengan mudah dimana saja, baik di kampus teknik, kampus pendidikan, bahkan di kampus Islami sekali pun. Dalam kasus ini Dr. Adian Husaini pernah melakukan beberapa kali riset dengan memberikan kuisioner kepada mahasiswanya untuk mengukur tingkat kerusakan pemikiran Islam dengan pengajuan beberapa angket pertanyaan, misalnya untuk pertanyaan yang berbunyi: “semua manusiaakan mendapatkan pahala dari Tuhan, selama dia percaya kepada Tuhan dan berbuat baik terhadap sesama manusia, apapun agamanya. Sebab, yang penting dalam agama adalah substansinya; bukan agama dan bentuk-bentuk formalnya saja” (a. SETUJU= 63%; b. TIDAK SETUJU= 37%). Pun dengan pertanyaan-pertanyaan lain yang senada, tingkat kerusakan alur berfikir mahasiswa pun mengalami angka yang mencengangkan, selalu di atas 80%, bahkan pada beberapa soal ada yang mencapai 100%, seperti pada pernyataan-pernyataan yang menunjukkan bahwa semua agama adalah benar.
Kita terkadang terjebak dan tertipu manisnya kata, logisnya pemikiran (meskipun hanya dari pandangan tesis saja, tidak memuat pandangan antitesisnya), dan terpana dengan orang yang berkata. Itulah langkah-langkah yang dilakukan oleh kaum hermeneutis untuk legalisasi pemikiran sepilisnya (sepilis= sekularisme, pluralisme, liberalisme). Seperti nenek moyang kita, Nabi Adam AS dan Siti Hawa yang tertipu oleh bujuk rayu syetan untuk memakan buah yang diharamkan oleh Allah dengan rayuan bahwa Allah melarang Adam AS dan Siti Hawa memakan buah itu karena buah tersebut adalah buah keabadian yang dapat menyebabkan mereka berdua menjadi ada di surga selamanya bersama semua keturunannya tanpa pernah keluar dari surga, dan rupanya Adam AS dan Siti Hawa terkena ranjau manisnya kata syetan tersebut, fragmentasi kehidupan tersebut terekam secara abadi pada Q.S Al-An’am:112-113:

How to Be a Leader?!

Selasa, 13 September 2011

7 BELIEFS ABOUT LEADERSHIP

1.     Leader and leadership are not developed within a night
2.     Leadership development is a process
3.     Leaders are not born
4.     Leaders are not equal with manager, leadership is a personal quality, not a formal position
5.     No leader without adequate emotional and spiritual maturity
6.     The real leaders are individuals who have their leadership mastery and who have authenticity
7.     Leadership is a journey. Its our own choice to be a leader

10 Trik menghafal Al-Quran

Sabtu, 20 Agustus 2011
Menghafal Al-Qur’an selalu menjadi idaman setiap Muslim, ia juga selalu menjadi batu pertama dalam menempuh perjalanan menuntut ilmu para ulama-ulama kita. Hal ini bisa  kita temukan dalam setiap biografi para pewaris Nabi ini. Di sisi lain, menghafal Al-Qur’an juga menjadi salah satu bagian terpenting dalam berinteraksi dengan kitab pusaka umat Islam, Al-Qur’an.
Banyak sudah tulisan yang memuat trik dan tips menghafal Al-Qur’an, mulai dari zaman para Salafus Shaleh sampai sekarang. Namun ada berapa poin yang kadang kurang dipahami oleh para penghafal Al-Qur’an, ada yang lebih mendahulukan poin-poin sekunder dibanding yang primer, begitu pula ada yang lalai terhadap hal-hal yang primer padahal itu adalah poin yang harus dimiliki oleh para penghafal Al-Qur’an.
Ada sebuah buku (minibook) menarik yang dikarang oleh salah satu penulis produktif di Mesir, DR Rajib Sirjani. Dalam bukunya Kaifa Tahfadzul Qur’an ia membahas hal-hal yang harus diperhatikan oleh para penghafal Al-Qur’an. Secara garis besar ia membuat dua pembahasan. Pembahasan pertama tentang tips-tips yang bersifat primer (asasiyah) dan tips kedua bersifat sekunder (musa’idah). Dan dalam setiap pembahasan tips ada sepuluh poin yang harus diperhatikan.

Tipe Mahasiswa

Kamis, 04 Agustus 2011

KLASIFIKASI MAHASISWA
1.      Mahasiswa Aktivis
a.      Aktivis Muslim: mahasiswa yang selalu aktif di Lembaga Dakwah Kampus
b.      Aktivis Murni: mahasiswa aktivis yang menjadi corong suara rakyat, membela rakyat, aktivis yang menjadi ujung tombak pergerakkan
c.       Aktivis cari pacar dan kenalan: aktivis yang tujuan akhirnya hanya sekedar cari relasi saja untuk bisnis dan cari pacar saja (*hati2 brow, bikin rusak organisasi orang kayak gini mah)
d.      Aktivis cari jabatan dan dana kampus: aktivis yang hobinya cari perhatian di depan atasan, menjilat supaya diberi jabatan yang penting dan selalu menggembungkan dana proposal.
e.      Aktivis dadakan dan part time: mahasiswa aktivis yang hanya aktif di waktu libur dan ketika ada event-event saja.
f.        Aktivis banyak tempat: Aktif di berbagai organisasi walaupun sebagai anggota saja
g.      Aktivis konsep: aktivis yang perannya seperti arsitek, hanya bertindak sebagai konseptor saja, tapi kerja di lapangan belum tentu ahli juga
h.      Aktivis lapangan: kebalikan dari aktivis konsep, mereka ini lebih ahli di lapangan ketimbang membuat konsep kerjanya
Copyright @ 2013 elfaakir 23. Designed by Templateism | MyBloggerLab

About Metro

Follow us on Facebook