Menjadi seorang haafizh mempunyai banyak keutamaan di dunia dan di akhirat, sehingga menghafalkan Al-Quran menjadi satu hal yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para salafush shalih sebagai salah satu tanda cinta seorang muslim kepada Allah dan Rasu-Nya
MEMBANGUN PERADABAN MELALUI MENTORING
Kata
peradaban sering kali diidentikkan dengan kata tamaddun dengan merujuk kepada
kondisi Madinah dibawah kepemimpinan
Rasulullah SAW sebagai kondisi negara percontohan bagi seluruh ummat manusia
untuk membangun peradaban manusia yang bermoral dan menjunjung nilai-nilai
luhur agama dan budaya dalam seluruh aspek kehidupannya. Sehingga tidak
mengherankan jika kondisi masyarakat yang beradab atau civil society sering
dikaitkan dengan istilah masyarakat madani.
Membangun
peradaban madani bukanlah sebuah utopia yang tidak dapat terlaksana pada zaman
sekarang dengan tingkat komplekstivitas yang sangat tinggi, karena kita
mempunyai role model yang sangat jelas untuk membangun kondisi masyarakat yang
sangat ideal sebagaimana masyarakat madinah pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Sehingga dengan mengikuti sunnah Nabi dalam membangun peradaban madinah dan
menerapkannya serta mentransformasikannya dalam kehidupan di era modern ini
dengan segala tantangan globalnya, maka bukanlah hal yang mustahil peradaban
Indonesia madani bisa terwujud di suatu hari nanti.
Dalam
membangun peradaban madinah, Nabi melakukannya melalui serangkaian proses
tarbiyyah dan dakwah yang dikemas secara rutin baik yang bersifat harian
seperti sehabis shalat, atau mingguan seperti khutbah jum’at, atau tahunan
seperti khutbah haji, atau yang bersifat eventually saja seperti khutbah haji
wada. Tapi rangkaian dakwah dan tarbiyyah Nabi tidak hanya dakwah verbal saja
yang hanya mampu menyentuh sisi kognitif dan afektif nya saja, tapi juga
ditindak lanjuti dengan dakwah bil hal (amaliyyah) sebagai bentuk follow up
dari dakwah verbal Nabi. Sehingga hasil yang dapat dalam proses pembinaan kader
Islam yang mempunyai ketangguhan dalam aspek ruhaniyyah dan duniawiyyah dapat
tercapai secara maksimal dengan rangkaian dakwah dan tarbiyyah Nabi yang lebih
mengedepankan uswah sebagai contoh nyata bagi para shahabat dan ummat Islam
untuk dapat mengamalkan Islam secara kaffah.
Posted By:
Segenggam Inspirasi dari “Leadership Talk!”
Lama tidak
berkarya nih ane, gan! Akhirnya berdasarkan permintaan temen2 juga, terpaksa
deh ane nulis lagi walau sudah agak kaku juga untuk memulai tulisan karena
terlalu lama vakum tidak menulis. Hingga akhirnya ane terbesit untuk menuliskan
apayang telah ane dapat di seminar “Leadership Talks!”
Berikut
adalah sedikit oleh-oleh dari apa yang bisa ana tulis selama seminar
berlangsung.
***LT
2012***
Segenggam
Inspirasi dari “Leadership Talk!”
“Leadership
Talk! 2012” adalah sebuah kegiatan seminar dan talkshow yang diadakan di aula
Garuda Mukti UNAIR Kampus C pada tanggal 3 Maret 2012 yang dimotori oleh BEM
FEB UNAIR featuring PPSDMS. Leadership Talk pada kali ini dihadiri oleh 400
orang mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa ITS, UNAIR, dan kampus lain di
Surabaya yang telah mengikuti alur seleksi registrasi yang diselenggarakan oleh
panitia, dan juga menghadirkan beberapa pemateri yang sangat luar biasa dengan
konsep acara yang sangat menarik pula.
Berikut
adalah ringkasan materi yang dipaparkan pemateri yang sempat saya
dokumentasikan.
Posted By:
Jawaban Untuk Soal Agama (Part 3)
PERTANYAAN Ke-3
Kata Islam
salah satunya berarti damai, harmonis, tentram. Buktikan melalui konsep Islam
tentang kehidupan sosial!
Posted By:
Jawaban Untuk Soal Agama (Part 2)
PERTANYAAN ke-2
Salah satu karakter ajaran Islam adalah
“insaniyyah”, berikan penjelasan dengan disertai minimal dua contoh sehingga ajaran
Islam sejalan dengan sifat dan kondisi manusia!
Posted By:
Jawaban untuk Soal Agama (part 1)
Pertanyaan Ke-1
Pada dasarnya semua agama samawi memiliki
ajaran ketuhanan monotheisme, namun pada perkembangannya menjadi monotheisme
hakiki dan monotheisme nisbi. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kedua
monotheisme tersebut, dan bagaimana konsep ketuhanan menurut Islam?
Posted By:
Introduction
Assalaamu’alaikum......
Sebelumnya, perkenalkan nama saya: Lulu Fajar
Ramadhan, selaku pengurus dan pengelola blog sederhana ini yang berfungsi
sebagai newsletter personal yang ditujukan untuk dikonsumsi bagi anda selaku
pembaca. Blog ini juga bersifat non profit, ANTI-COPYRIGHT, dan insya Allah bisa
memberi manfaat kepada pembacanya.
Pada blog sederhana ini terdapat beberapa
poin penting, diantaranya:
1. Pada blog
ini, terdapat pembagian kategori jenis postinga yang diupload beserta cakupan
batasan pembahasannya.
- Home: menampilkan seluruh postingan tanpa memperhatikan jenis kategori
- Islam: menampilkan postingan yang berkaitan dengan aqidah, ibadah, mu’amalah, dan tsaqafah
- Pemikiran: menampilkan postingan yang berkaitan dengan isme-isme yang sedang berkembang, misalnya seperti ghazwul fikri, sekularisme, liberalisme, dan isme-isme lainnya
- Pendidikan: menampilkan postingan yang berkaitan dengan pendidikan, mahasiswa, kuliah, dan dunia pendidikan lainnya
- Sharing: menampilkan postingan pilihan yang cukup bermanfaat untuk dikonsumsi secara umum yang berasala dari seminar, diskusi, dan lain-lain.
- Features: menampilkan postingan yang mencakup tulisan-tulisan ringan ana yang tidak kadaluarsa oleh waktu, sehingga bisa dikonsumsi untuk kapan saja.
- Personal: menampilkan tulisan-tulisan yang bersifat personal yang sekiranya mungkin memiliki hikmah yang bisa diambil oleh pembaca, juga bisa berisi puisi, dan tulisan gak jelas dari saya sendiri.
2. Untuk
mengenal tentang admin blog ini secara lebih jauh bisa diklik disini. Dan untuk
berteman dengan admin via facebook, bisa diklik disini, atau via twitter dengan
akun @elfaakir.
3. Jika anda
membutuhkan postingan yang telah diupload ke blog ini dalam ekstensi pdf atau
doc, bisa langsung saja mengirim email ke fajar.ramadhan1412@yahoo.com dengan
mencantumkan judul yang dibutuhkan.
4. Jika anda
mengambil rujukan dalam membuat tugas, artikel, makalah, karya tulis, atau
keperluan jurnalistik lainnya, silakan dicantumkan pula sumber tempat anda
mengambil rujukan tersebut untuk keperluan daftar pustaka anda.
5. Selamat menikmati
media sharing sederhana ini, semoga ada manfaat yang bisa diambil, dan mohon
untuk memberikan feedback kepada penulis melalui fasilitas komentar yang
tersedia untuk skill kepenulisan saya yang lebih baik di kemudian hari.
6. Jika ada
keluhan, saran, pertanyaan, masukan, kritik, dan hal lainnya, bisa mengirimkan
email ke fajar.ramadhan1412@yahoo.com . Tapi jika dirasa memberikan manfaat,
silakan disebarkan ilmunya kepada orang lain, semoga menjadi suatu ladang amal
shalih.
Mudah-mudahan Allah mempertemukan kita di
dunia dan di surga-Nya kelak.
ربي زدنى علما
و ارزقنى فحما
اللهم ارنا الحق
حقا و ارزقنا
اتباعه و ارنا
الباطل باطلا وارزقنا
اجتنابه
Posted By:
Pesan dan simbol 666 dalam manga NARUTO
Sekilas tentang manga Naruto
Naruto
adalah manga dan anime karya Masashi Kishimoto. Manga Naruto bercerita
seputar kehidupan tokoh utamanya, Naruto Uzumaki, seorang ninja remaja
yang berisik, hiperaktif, dan ambisius; dan petualangannya dalam
mewujudkan keinginan untuk mendapatkan gelar Hokage, ninja terkuat di
desanya.
Manga
Naruto pertama kali diterbitkan di Jepang oleh Shueisha pada tahun
1999 dalam edisi ke 43 majalah Shonen Jump. Di Indonesia, manga ini
diterbitkan oleh Elex Media Komputindo. Popularitas dan panjang seri
Naruto sendiri (terutama di Jepang) menyaingi Dragon Ball karya Akira
Toriyama, sedangkan serial anime Naruto, diproduksi oleh Studio Pierrot
dan Aniplex, disiarkan secara perdana di Jepang oleh jaringan TV Tokyo
dan juga oleh jaringan televisi satelit khusus anime, Animax, pada 3
Oktober 2002 sampai sekarang. Seri pertama terdiri atas 9 musim. Musim
pertama dari seri kedua mulai ditayangkan pada tanggal 15 Februari 2007.
Tentang Masashi Kishimoto, pencipta manga Naruto
Masashi
Kishimoto (岸本斉史 — Kishimoto Masashi; lahir di Prefektur Okayama,
Jepang, 8 November 1974; umur 36 tahun) adalah seorang mangaka Jepang.
Masashi Kishimoto mulai mengembangkan bakatnya akan menggambar semenjak
usia SD. Masashi Kishimoto menjadi mangaka terkenal semenjak karyanya,
Naruto sukses besar baik di Jepang sendiri ataupun di negara-negara
lain. Pada tahun 1999 Naruto pertama kali dipublikasikan di Shounen
jump membuat Kishimoto menerima penghargaan hop step. Saudara kembar
Masashi Kishimoto, Seishi Kishimoto juga merupakan seniman manga dengan
karyanya yang terkenal 666 Satan
Posted By:
Pemuda Idaman
Menjadi pemuda idaman langit dan bumi
merupakan cita-cita yang sama bagi semua orang. Beragam cara pun ditempuh untuk
mendapatkan karakter tersebut, dari mulai study oriented, organization
oriented, wealth oriented, selalu tampil up to date mengikuti perkembangan
zaman, tampil gaul dan trendy, sok keren dengan anting-anting dan tatoo yang
dipakai, dan berbagai idealisme lainnya yang menjadi pilihan pemuda dan pemudi
lainnya di masa muda yang tidak akan pernah berulang lagi.
Posted By:
LIBERALISME VERSUS AGAMA TAUHID
LIBERALISME
VERSUS AGAMA TAUHID
Oleh:
Kang Daden Robi Rahman
Liberalisasi menyerang berbagai bidang kehidupan masyarakat, dari politik, ekonomi, sosial, informasi, moral, sampai agama. Kerusakan yang terjadi pada berbagai bidang, tidak separah akibat yang ditimbulkan dari liberalisasi agama. Dalam Islam, agama merupakan sumber pemberangkatan dan rujukan dari politik, social, dan moral itu sendiri. Begitupun tak beda jauh dengan agama yang lain, meskipun jelas tidak sama.
Yahudi telah lama mengalami liberalisasi, sehingga saat ini Liberal Judaism menjadi aliran resmi Yahudi. Kristen pun menjadi korban liberalisasi peradaban barat. Sebuah buku yang ditulis Herlianto – seorang aktivis Kristen asal Bandung – berjudul Gereja Modern, Mau Kemana? (1995) memaparkan dengan jelas kehancuran gereja-gereja di Eropa. Kristen kelabakan dihantam nilai-nilai sekulerisme, modernisme, liberalisme, dan klenikisme.
Kaum Kristen sejak lama menyadari benar akan bahaya ini. Dalam pertemuan misionaris Kristen se-dunia di Jerusalem tahun 1928, mereka menetapkan sekulerisme sebagai musuh besar Gereja dan misi Kristen. Dalam usaha untuk mengkristenkan dunia, Gereja Kristen bukan hanya menghadapi tantangan agama lain, tetapi juga tantangan sekularisme. (It was made clear that in its efforts to evangelize the world, the Christian Church has to confront not only the rival claims of non-Christian religious system, but also the challenge of secularism). Pertemuan Jerusalem itu secara khusus menyorot sekularisme yang dipandang sebagai musuh besar Gereja dan misinya, serta musuh bagi misi Kristen internasional.Lihat Tomas Shivute, The Theology of Mission and Evangelism, (Helsinki: Finnish Missionary Society, 1980), hal. 42-50. Paus yang baru, Benediktus XVI, juga dikenal sebagai Paus yang konservatif dan anti-liberal. Sebelumnya, tahun 2000, dia termasuk seorang perumus penting doktrin “Dominus Jesus” yang menolak paham Pluralisme Agama dan menegaskan, jalan satu-satunya untuk menuju Bapa adalah melalui Yesus Kristus
Di Amsterdam, misalnya, 200 tahun lalu 99 persen penduduknya beragama Kristen. Kini, tinggal 10 persen saja yang dibaptis dan ke gereja. Kebanyakan mereka sudah tidak terikat lagi dalam agama atau sudah menjadi sekuler. Di Perancis, yang 95 persen penduduknya tercatat beragama Katolik, hanya 13 persennya saja yang menghadiri kebaktian di gereja seminggu sekali.
Pada 1987, di Jerman, menurut laporan Institute for Public Opinian Research, 46 persen penduduknya mengatakan, bahwa “agama sudah tidak diperlukan lagi.” Di Finlandia, yang 97 persen Kristen, hanya 3 persen saja yang pergi ke gereja tiap minggu. Di Norwegia, yang 90 persen Kristen, hanya setengahnya saja yang percaya pada dasar-dasar kepercayaan Kristen. Juga, hanya sekitar 3 persen saja yang rutin ke gereja tiap minggu.
Masyarakat Kristen Eropa juga tergila-gila pada paranormal, mengalahkan kepercayaan mereka pada pendeta atau imam Katolik. Di Jerman Barat – sebelum bersatu dengan Jerman Timur — terdapat 30.000 pendeta. Tetapi jumlah peramal (dukun klenik/witchcraft) mencapai 90.000 orang. Di Perancis terdapat 26.000 imam Katolik, tetapi jumlah peramal bintang (astrolog) yang terdaftar mencapai 40.000 orang.
Fenomena Kristen Eropa menunjukkan, agama Kristen kelabakan menghadapi serbuan arus budaya Barat yang didominasi nilai-nilai liberalisme, sekulerisme, dan hedonisme. Serbuan praktik perdukunan juga tidak mampu dibendung. Di sejumlah gereja, arus liberalisasi mulai melanda. Misalnya, gereja mulai menerima praktik-praktik homoseksualitas. Eric James, seorang pejabat gereja Inggris, dalam bukunya berjudul “Homosexuality and a Pastoral Church” mengimbau agar gereja memberikan toleransi pada kehidupan homoseksual dan mengijinkan perkawinan homoseksual antara pria dengan pria atau wanita dengan wanita.
Sejumlah negara Barat telah melakukan “revolusi jingga”, karena secara resmi telah mengesahkan perkawinan sejenis. Parlemen Jerman masih terus memperdebatkan undang-undang serupa. Di berbagai negara Barat, praktik homoseksual bukanlah dianggap sebagai kejahatan. Begitu juga praktik-praktik perzinahan, minuman keras, pornografi, dan sebagainya. Barat tidak mengenal sistem dan standar nilai (baik-buruk) yang pasti. Semua serba relatif; diserahkan kepada “kesepakatan” dan “kepantasan” umum yang berlaku.
Maka, orang berzina, menenggak alkohol, mempertontonkan aurat, dan sejenisnya bukanlah dipandang sebagai suatu kejahatan, kecuali jika masyarakat menganggapnya jahat. Homoseksual dianggap baik dan disahkan oleh negara. Bahkan, pada November 2003, para pastor Gereja Anglikan di New Hampshire AS, sepakat untuk mengangkat seorang Uskup homoseks bernama Gene Robinson. Kaum Kristen yang homo itu melakukan perombakan terhadap ajaran Kristen, terutama mengubah tafsir lama yang masih melarang tindakan homoseksual.
Liberalisasi berjalan drastis ketika menemukan keberhasilannya dalam Yahudi Kristen. Langkahnya terus mencari korban, memporakporandakan agama. Islam sebagai satu-satunya agama yang solid, bebas cacat sejarah, dan sebuah peradaban terpanjang dalam sejarah yang menorehkan kemaslahatan pembebasan penghambaan manusia terhadap makhluk kepada Allah swt, menjadi rival terberat arus liberalisasi.
Dalam konteks Indonesia, liberalisasi Islam dimulai sejak 1970-an yang dijalankan melalui tiga bidang dasar dalam Islam. Pertama, liberalisasi aqidah dengan penyebaran pham pluralisme agama. Kedua, liberalisasi bidang syari'ah dengan melakukan perubahan metodologi ijtihad. Ketiga, liberalisasi konsep wahyu dengan melakukan dekonstruksi terhadap al-Qur'an.
Gerakan sistemik dan metodologik liberalisasi Islam Indonesia terlihat jelas, ketika Dr. Greg Barton, dalam disertasinya di Monash University, Australia memberikan sejumlah program Islam Liberal di Indonesia, yaitu: (a) Pentingnya konstekstualisasi ijtihad, (b) Komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan, (c) Penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama, (d) Pemisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non-sektarian negara. (Disertasi Greg Barton diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Paramadina, dengan judul Gagasan Islam Liberal di Indonesia. (1999:xxi).
Liberalisasi menyerang berbagai bidang kehidupan masyarakat, dari politik, ekonomi, sosial, informasi, moral, sampai agama. Kerusakan yang terjadi pada berbagai bidang, tidak separah akibat yang ditimbulkan dari liberalisasi agama. Dalam Islam, agama merupakan sumber pemberangkatan dan rujukan dari politik, social, dan moral itu sendiri. Begitupun tak beda jauh dengan agama yang lain, meskipun jelas tidak sama.
Yahudi telah lama mengalami liberalisasi, sehingga saat ini Liberal Judaism menjadi aliran resmi Yahudi. Kristen pun menjadi korban liberalisasi peradaban barat. Sebuah buku yang ditulis Herlianto – seorang aktivis Kristen asal Bandung – berjudul Gereja Modern, Mau Kemana? (1995) memaparkan dengan jelas kehancuran gereja-gereja di Eropa. Kristen kelabakan dihantam nilai-nilai sekulerisme, modernisme, liberalisme, dan klenikisme.
Kaum Kristen sejak lama menyadari benar akan bahaya ini. Dalam pertemuan misionaris Kristen se-dunia di Jerusalem tahun 1928, mereka menetapkan sekulerisme sebagai musuh besar Gereja dan misi Kristen. Dalam usaha untuk mengkristenkan dunia, Gereja Kristen bukan hanya menghadapi tantangan agama lain, tetapi juga tantangan sekularisme. (It was made clear that in its efforts to evangelize the world, the Christian Church has to confront not only the rival claims of non-Christian religious system, but also the challenge of secularism). Pertemuan Jerusalem itu secara khusus menyorot sekularisme yang dipandang sebagai musuh besar Gereja dan misinya, serta musuh bagi misi Kristen internasional.Lihat Tomas Shivute, The Theology of Mission and Evangelism, (Helsinki: Finnish Missionary Society, 1980), hal. 42-50. Paus yang baru, Benediktus XVI, juga dikenal sebagai Paus yang konservatif dan anti-liberal. Sebelumnya, tahun 2000, dia termasuk seorang perumus penting doktrin “Dominus Jesus” yang menolak paham Pluralisme Agama dan menegaskan, jalan satu-satunya untuk menuju Bapa adalah melalui Yesus Kristus
Di Amsterdam, misalnya, 200 tahun lalu 99 persen penduduknya beragama Kristen. Kini, tinggal 10 persen saja yang dibaptis dan ke gereja. Kebanyakan mereka sudah tidak terikat lagi dalam agama atau sudah menjadi sekuler. Di Perancis, yang 95 persen penduduknya tercatat beragama Katolik, hanya 13 persennya saja yang menghadiri kebaktian di gereja seminggu sekali.
Pada 1987, di Jerman, menurut laporan Institute for Public Opinian Research, 46 persen penduduknya mengatakan, bahwa “agama sudah tidak diperlukan lagi.” Di Finlandia, yang 97 persen Kristen, hanya 3 persen saja yang pergi ke gereja tiap minggu. Di Norwegia, yang 90 persen Kristen, hanya setengahnya saja yang percaya pada dasar-dasar kepercayaan Kristen. Juga, hanya sekitar 3 persen saja yang rutin ke gereja tiap minggu.
Masyarakat Kristen Eropa juga tergila-gila pada paranormal, mengalahkan kepercayaan mereka pada pendeta atau imam Katolik. Di Jerman Barat – sebelum bersatu dengan Jerman Timur — terdapat 30.000 pendeta. Tetapi jumlah peramal (dukun klenik/witchcraft) mencapai 90.000 orang. Di Perancis terdapat 26.000 imam Katolik, tetapi jumlah peramal bintang (astrolog) yang terdaftar mencapai 40.000 orang.
Fenomena Kristen Eropa menunjukkan, agama Kristen kelabakan menghadapi serbuan arus budaya Barat yang didominasi nilai-nilai liberalisme, sekulerisme, dan hedonisme. Serbuan praktik perdukunan juga tidak mampu dibendung. Di sejumlah gereja, arus liberalisasi mulai melanda. Misalnya, gereja mulai menerima praktik-praktik homoseksualitas. Eric James, seorang pejabat gereja Inggris, dalam bukunya berjudul “Homosexuality and a Pastoral Church” mengimbau agar gereja memberikan toleransi pada kehidupan homoseksual dan mengijinkan perkawinan homoseksual antara pria dengan pria atau wanita dengan wanita.
Sejumlah negara Barat telah melakukan “revolusi jingga”, karena secara resmi telah mengesahkan perkawinan sejenis. Parlemen Jerman masih terus memperdebatkan undang-undang serupa. Di berbagai negara Barat, praktik homoseksual bukanlah dianggap sebagai kejahatan. Begitu juga praktik-praktik perzinahan, minuman keras, pornografi, dan sebagainya. Barat tidak mengenal sistem dan standar nilai (baik-buruk) yang pasti. Semua serba relatif; diserahkan kepada “kesepakatan” dan “kepantasan” umum yang berlaku.
Maka, orang berzina, menenggak alkohol, mempertontonkan aurat, dan sejenisnya bukanlah dipandang sebagai suatu kejahatan, kecuali jika masyarakat menganggapnya jahat. Homoseksual dianggap baik dan disahkan oleh negara. Bahkan, pada November 2003, para pastor Gereja Anglikan di New Hampshire AS, sepakat untuk mengangkat seorang Uskup homoseks bernama Gene Robinson. Kaum Kristen yang homo itu melakukan perombakan terhadap ajaran Kristen, terutama mengubah tafsir lama yang masih melarang tindakan homoseksual.
Liberalisasi berjalan drastis ketika menemukan keberhasilannya dalam Yahudi Kristen. Langkahnya terus mencari korban, memporakporandakan agama. Islam sebagai satu-satunya agama yang solid, bebas cacat sejarah, dan sebuah peradaban terpanjang dalam sejarah yang menorehkan kemaslahatan pembebasan penghambaan manusia terhadap makhluk kepada Allah swt, menjadi rival terberat arus liberalisasi.
Dalam konteks Indonesia, liberalisasi Islam dimulai sejak 1970-an yang dijalankan melalui tiga bidang dasar dalam Islam. Pertama, liberalisasi aqidah dengan penyebaran pham pluralisme agama. Kedua, liberalisasi bidang syari'ah dengan melakukan perubahan metodologi ijtihad. Ketiga, liberalisasi konsep wahyu dengan melakukan dekonstruksi terhadap al-Qur'an.
Gerakan sistemik dan metodologik liberalisasi Islam Indonesia terlihat jelas, ketika Dr. Greg Barton, dalam disertasinya di Monash University, Australia memberikan sejumlah program Islam Liberal di Indonesia, yaitu: (a) Pentingnya konstekstualisasi ijtihad, (b) Komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan, (c) Penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama, (d) Pemisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non-sektarian negara. (Disertasi Greg Barton diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Paramadina, dengan judul Gagasan Islam Liberal di Indonesia. (1999:xxi).
Posted By:
Teori Hermeneutika Terhadap al-Qur'an
Teori Hermeneutika Terhadap al-Qur'an
Al-Qur'an
dan Teori Hermeneutika Nashr Hamid Abu Zayd
Artikel
berikut ditulis oleh: Kang Daden Robi Rahman
1. Mukaddimah
Pembahasan dalam makalah ini dimulai dengan penjelasan kata-kata kunci dalam judul, yang meliputi al-Qur’an, hermeneutika dan Nasr Hamid Abu Zayd. Dengan demikian diharapkan pembaca dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang topik bahasan. Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang tertulis dan terkumpul dalam lembaran Mushaf dan diwariskan dari generasi ke generasi secara mutawatir[1]Sedangkan hermeneutika adalah metode atau teori yang memfokuskan dirinya pada masalah interpretasi, khususnya digunakan dalam studi Bibel atau teks sastra.
Lebih lanjut dalam ensiklopedi Britannica dijelaskan bahwa ia adalah kajian tentang prinsip-prinsip umum terhadap penafsiran Bible. Bagi Yahudi maupun Kristen di sepanjang sejarah mereka, tujuan utama hermeneutika adalah untuk menemukan kebenaran dan nilai Bibel (Perjanjian Lama dan Baru) melalui berbagai tehnik. Seringkali tehnik yang digunakan adalah dengan menyandarkan pada kondisi sejarah tertentu (certain historical conditions), situasi-situasi polemik atau apologetik yang diperkirakan dapat menemukan kebenaran atau nilai.
Status kesucian Bibel menurut Yahudi dan Kristen diyakini bahwa ia adalah manifestasi wahyu Tuhan. Maka sebagian mereka berpendapat bahwa penafsiran Bibel harus bersifat harfiyah (literal), sebab firman Tuhan adalah jelas dan sempurna (explicit and complete). Sebagian lainnya berpendapat bahwa kata-kata dalam Bibel harus selalu memiliki makna spiritual yang mendalam. Sebab pesan dan kebenaran Tuhan dengan sendirinya membuktikan kebesaran. Namun ada yang menggabungkan pendapat keduanya, yaitu sebagian isi Bibel harus didekati secara harfiyah dan sebagian lainnya secara kiasan (figuratively).[2]Sedangkan Prof. Dr. Nasr Hamid Abu Zayd adalah pemikir modernis asal Mesir. Namanya sangat dikenal oleh para pemerhati pemikiran Islam setelah menggulirkan gagasan bahwa al-Quran hanyalah produk budaya, teks manusia, teks linguistik dan tidak lebih dari sekedar fenomena sejarah. Beberapa karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia[3] dan pemikirannya banyak diajarkan oleh para dosen, akademisi di beberapa perguruan tinggi dan disuarakan oleh banyak tokoh liberal. Pujaan dan penghargaan terhadapnya bertaburan di berbagai buku, jurnal, ruang-ruang perkuliahan, seminar dan situs-situs internet. Bahkan oleh media barat dia dipandang sebagai ‘hero’ bagi tumbuhnya kebebasan berfikir, sementara di negara asalnya dia difatwa kafir oleh mahkamah yang didukung lebih dari 2000 ulama.[4]Sebagai contoh, dalam encyclopedia Wikipedia, Abu Zayd dikisahkan sebagai seorang pemikir al-Qur’an (Qur’anic thinker) dan teolog liberal terkemuka asal Mesir. Dia menderita penganiayaan relijius yang serius, dikarenakan pandangannya tentang al-Qur’an sebagai sebuah karya sastera mistik.
Pada tahun 1995, dia dipromosikan untuk menduduki jabatan profesor, tetapi kontroversi keagamaan seputar karya akademisnya, membawanya pada keputusan murtad di pengadilan dan ditolak pengangkatannya. Encyclopedia Wikipedia mengulas bahwa pengadilan tersebut dikuasai oleh para cendekiawan Islam fundamentalis, sehingga dia diputuskan sebagai seorang murtad oleh pengadilan Mesir dan harus menceraikan istrinya. Dalam encyclopedia ini, Abu Zayd dikisahkan sebagai korban pelanggaran hak asasi manusia (a violation of human rights), korban pelanggaran kebebasan berekspresi (a violation of freedom of expression), korban pelanggaran kebebasan berkarya ilmiah (a violation of scientific freedom), korban pelanggaran privasi kehidupan keluarga (a violation of family private life) dan sebagainya.[5]Setelah mengaku adanya ancaman mati dari berbagai pihak,[6] pada tanggal 23 Juli 1995 Abu Zayd dan istrinya memutuskan untuk hengkang dari Mesir dan berdomisili di Belanda hingga sekarang.[7] Di negeri Belanda, Abu Zayd dihormati sebagai ilmuwan besar dalam bidang studi al-Quran, dianugerahi gelar profesor di bidang bahasa Arab dan studi Islam dari Leiden University, sebuah universitas kuno yang didirikan sejak tahun 1575 di Amsterdam selatan.Saat ini dia menduduki “kursi Ibnu Rusyd dalam bidang kemanusiaan dan Islam” di Universitas Utrecht, Belanda. Selain itu dia juga membimbing mahasiswa S2 dan S3 di Universitas Leiden (termasuk beberapa di antaranya adalah para mahasiswa dari Indonesia), dan aktif terlibat dalam proyek riset tentang hermeneutika Yahudi dan Islam sebagai kritik kultural, bekerja pada tim “Islam dan Modernitas” di Institute of Advanced Studies of Berlin (Wissenschaftskolleg zu Berlin).
Pada tahun 2005, dia menerima “the Ibn Rushd Prize for Freedom of Thought”, Berlin, sebuah penghargaan atas usahanya mengkampanyekan ‘kebebasan berfikir’ di Mesir.[8]Kajian tentang pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd dipandang penting, mengingat pengaruhnya yang luas di Indonesia. Sayangnya, belum banyak cendekiawan muslim Indonesia yang secara serius mengkritisi pemikirannya secara ilmiah dalam bentuk makalah atau buku.[9] Gambaran tentang besarnya pengaruh Abu Zayd di Indonesia, terutama di perguruan tinggi Islam, dapat kita simak dari laporan hasil penelitian Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama pada 15/11/06 tentang ‘Faham-faham Keagamaan Liberal Pada Masyarakat Perkotaan’. Di Yogya, penelitian difokuskan pada UIN Sunan Kalijaga, yang hasilnya menyebutkan:“Al-Quran bukan lagi dianggap sebagai wahyu suci dari Allah SWT kepada Muhammad saw, melainkan merupakan produk budaya (muntaj tsaqafi) sebagaimana yang digulirkan oleh Nasr Hamid Abu Zaid.
Metode tafsir yang digunakan adalah hermeneutika, karena metode tafsir konvensional dianggap sudah tidak sesuai dengan zaman. Amin Abdullah mengatakan bahwa sebagian tafsir dan ilmu penafsiran yang diwarisi umat Islam selama ini dianggap telah melenggengkan status quo dan kemerosotan umat Islam secara moral, politik, dan budaya. Hermeneutika kini sudah menjadi kurikulum resmi di UIN/IAIN/STAIN seluruh Indonesia. Bahkan oleh perguruan tinggi Islam dinusantara ini hermeneutika makin digemari. Terhadap Al-Hadits tetap harus ada kritik terhadap perawi-perawi hadits, kritik terhadap hadits-hadits mutawatir, bahkan terhadap ideologi Islam. Menurut Zuly Qadir bahwa yang menjadi salah satu kunci dari penafsiran agama adalah tidak ada tafsir dan pemahaman absolut terhadap agama.
Dalam menyikapi perbedaan, Islam Liberal tidak menjustifikasi benar atau salah[10]Selanjutnya, makalah ini secara ringkas dan sederhana akan difokuskan pada teori hermeneutika al-Qur’an versi Abu Zayd disertai dengan contoh-contoh ‘penemuannya’, pengaruhnya di Indonesia dan disertai dengan beberapa ulasan.
Posted By:
Jejak Sophist Pada Pemikiran Islam Liberal Indonesia
Oleh:
Kang Daden Robi Rahman
1.
Sebagai penyihir kata-kata
Bagi Sophist kata-kata adalah alat bagaimana mereka bisa memenangkan argument dari lawan debatnya. Kegemaran akan perdebatan semacam itu melahirkan banyak istilah yang digunakan untuk mempengaruhi lawan debatnya, karena itulah Sophist dikenal dengan penyihir atau pesulap kata. Hal itu Nampak juga pada kegemaran kelompok Islam Liberal di Indonesia yang menggunakan jargon-jargon indah untuk memenangkan wacana debat, misalnya; “bedakan antara agama dan keberagamaan”, “jangan mensucikan pemikiran keagamaan”, “agama adalah mutlak, sedangkan pemikiran keagamaan adalah relatif”, “manusia adalah relatif, karena itu semua pemikiran produk akal manusia adalah relatif juga”, “tafsir adalah produk akal manusia, sehingga tidak bisa mutlak semutlak seperti wahyu itu sendiri”, “selama manusia masih berstatus manusia maka hasil pemikirannya tetap parsial, kontekstual, dan bisa saja keliru”, dan sebagainya.
Sepintas, kata-kata itu terasa logis, dan tampak indah. Jika tidak berhati-hati dan kurang ilmu, maka bukan tidak mungkin seseorang akan terpengaruh. Apalagi, jika yang mengatakannya adalah seorang doktor atau profesor di bidang studi agama. Sihir-sihir kata itu telah dilakukan oleh Sophist ribuan tahun ketika Yunani masih diliputi oleh banyak paham mitologi, Sihir-sihir itu nampak dalam pernyataan orang-orang Islam Liberal di Indonesia. Seperti apa yang dikatakan oleh Daud Rosyid, seorang pakar hadis di Indonesia, saat mengomentari tulisan-tulisan Nurcholis Madjid; “Sihir-sihir” Nurcholish lebih canggih dan lebih memukau daripada Harun, karena dikemas dengan gaya ilmiah yang menarik”.
2. Argument bukan untuk mencari kebenaran
Diantaranya argument Sophistic yang mereka gunakan adalah menuduh bahwa ulama’ ulama’ menjual figh untuk mendapatkan uang. Alasannya karena memang zaman sekarang adalah zamannya kapitalis.
“Bagi masyarakat Kapitalis modern, menggunakan simbol-simbol keagamaan, seperti fiqih, merupakan cara untuk mengembangkan kapital, sebagaimana tercermin dalam maraknya bank-bank yang menggunakan simbol keagamaan… jadi fiqh merupakan khazanah yang diperebutkan, karena di dalamnya tersimpan semangat teosentrisme. Lalu apa yang terjadi bila fiqih bercorak teosentris? .. kita akan masuk dalam jebakan otoritarianisme”
Bagi Sophist kata-kata adalah alat bagaimana mereka bisa memenangkan argument dari lawan debatnya. Kegemaran akan perdebatan semacam itu melahirkan banyak istilah yang digunakan untuk mempengaruhi lawan debatnya, karena itulah Sophist dikenal dengan penyihir atau pesulap kata. Hal itu Nampak juga pada kegemaran kelompok Islam Liberal di Indonesia yang menggunakan jargon-jargon indah untuk memenangkan wacana debat, misalnya; “bedakan antara agama dan keberagamaan”, “jangan mensucikan pemikiran keagamaan”, “agama adalah mutlak, sedangkan pemikiran keagamaan adalah relatif”, “manusia adalah relatif, karena itu semua pemikiran produk akal manusia adalah relatif juga”, “tafsir adalah produk akal manusia, sehingga tidak bisa mutlak semutlak seperti wahyu itu sendiri”, “selama manusia masih berstatus manusia maka hasil pemikirannya tetap parsial, kontekstual, dan bisa saja keliru”, dan sebagainya.
Sepintas, kata-kata itu terasa logis, dan tampak indah. Jika tidak berhati-hati dan kurang ilmu, maka bukan tidak mungkin seseorang akan terpengaruh. Apalagi, jika yang mengatakannya adalah seorang doktor atau profesor di bidang studi agama. Sihir-sihir kata itu telah dilakukan oleh Sophist ribuan tahun ketika Yunani masih diliputi oleh banyak paham mitologi, Sihir-sihir itu nampak dalam pernyataan orang-orang Islam Liberal di Indonesia. Seperti apa yang dikatakan oleh Daud Rosyid, seorang pakar hadis di Indonesia, saat mengomentari tulisan-tulisan Nurcholis Madjid; “Sihir-sihir” Nurcholish lebih canggih dan lebih memukau daripada Harun, karena dikemas dengan gaya ilmiah yang menarik”.
2. Argument bukan untuk mencari kebenaran
Diantaranya argument Sophistic yang mereka gunakan adalah menuduh bahwa ulama’ ulama’ menjual figh untuk mendapatkan uang. Alasannya karena memang zaman sekarang adalah zamannya kapitalis.
“Bagi masyarakat Kapitalis modern, menggunakan simbol-simbol keagamaan, seperti fiqih, merupakan cara untuk mengembangkan kapital, sebagaimana tercermin dalam maraknya bank-bank yang menggunakan simbol keagamaan… jadi fiqh merupakan khazanah yang diperebutkan, karena di dalamnya tersimpan semangat teosentrisme. Lalu apa yang terjadi bila fiqih bercorak teosentris? .. kita akan masuk dalam jebakan otoritarianisme”
Posted By:
Jejak Sophist di Era Modern dan Post Modern
Jejak Sophist di Era Modern dan Post Modern
Oleh:
Kang Daden Robi Rahman
Sebagai
sebuah nama, Sophist memang sudah selesai ketika memasuki era modern, bahkan
ketika Barat berada pada zaman kegelapan (dark era) sudah tidak dikenal lagi
istilah Sophist sebagai sebuah kelompok. Namun apa yang dilakukan oleh Sophist
dengan pemikiran agnostic, relative dan skeptic–nya bisa kita lacak pada
pemikiran-pemikiran filosof Barat dari zaman Socrates hingga abad
postmodernisme sekarang. Hal tersebut terjadi karena adanya kesinambungan
pemikiran filosof modern dan postmodern kepada pemikiran Plato dan Aristotle
sebagai dua orang filosof yang dijadikan refrensi pemikiran filsafat barat
secara keseluruhan. Sedangkan pemikiran Plato adalah buah dari pergemulannya
dengan Socrates yang bersambung hingga Xenophanes seorang guru Sophist ternama.
Dengan demikian Sophist memiliki peranan yang cukup penting bagi tumbuhnya
filasafat Barat. Ibarat tanaman; Sophist adalah akar dan para filosof setelah
mereka adalah cabang dan ranting-nya. Karena itu, tidak mustahil untuk
menemukan pengaruh pemikiran Sophist dalam era Modernism dan postmodernisme,
meski jarak tahun antara modernism, postmodernisme dengan Sophist terpaut
ribuan tahun.
Barat modern adalah periode sejarah dalam peradaban Barat, yang persisnya terjadi saat kebangkitan masyarakat Barat dari abad kegelapan kepada periode pencerahan, abad industry dan abad ilmu pengetahuan. Modernisme dihidupkan dengan semangat keilmuan (Scientific), yang diwarnai paham sekulerisasi, rasionalisme, empirisisme, cara berfikir dichotomis, desakralisasi, pragmatisme dan penafian kebenaran metafisis (Agama). Menurut J.W. Schoorl Modernisasi adalah penerapan pengetahuan ilmiah yang ada kepada semua aktifitas, semua bidang kehidupan atau pada semua aspek kehidupan masyarakat.
Sedang Postmodernisme sendiri adalah gerakan pemikiran yang lahir sebagai protes terhadap modernisme ataupun sebagai kelanjutan-nya. Gerakan ini lahir pada abad ke-19 dimana modernitas mulai dipertanyakan oleh gerakan filsafat yang berpegang pada prinsip yang meragukan bahwa realitas memiliki struktur yang dapat difahami oleh manusia. Munculnya eksistensialisme dan filsafat analitik sebagai produk akal post-modern menggantikan sistim metafisika. Silverman menyatakan bahwa penutupan jalan pemikiran metafisika bertepatan dengan berakhirnya era modernisme.
Di zaman modern, Descartes (m. 1650) yang disebut sebagai “Bapak Filsafat Modern” oleh banyak sejarawan Barat, memformulasikan sebuah prinsip, aku berpikir maka aku ada (cogito ergo sum). Dimana dengan prinsip ini, Descartes telah menjadikan rasio satu-satunya kriteria untuk mengukur kebenaran, sebagaimana yang dilakukan oleh Protagoras, Gorgias, Xenophanes, Heraclitus sebagai tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam pemikiran Sophist.
Barat modern adalah periode sejarah dalam peradaban Barat, yang persisnya terjadi saat kebangkitan masyarakat Barat dari abad kegelapan kepada periode pencerahan, abad industry dan abad ilmu pengetahuan. Modernisme dihidupkan dengan semangat keilmuan (Scientific), yang diwarnai paham sekulerisasi, rasionalisme, empirisisme, cara berfikir dichotomis, desakralisasi, pragmatisme dan penafian kebenaran metafisis (Agama). Menurut J.W. Schoorl Modernisasi adalah penerapan pengetahuan ilmiah yang ada kepada semua aktifitas, semua bidang kehidupan atau pada semua aspek kehidupan masyarakat.
Sedang Postmodernisme sendiri adalah gerakan pemikiran yang lahir sebagai protes terhadap modernisme ataupun sebagai kelanjutan-nya. Gerakan ini lahir pada abad ke-19 dimana modernitas mulai dipertanyakan oleh gerakan filsafat yang berpegang pada prinsip yang meragukan bahwa realitas memiliki struktur yang dapat difahami oleh manusia. Munculnya eksistensialisme dan filsafat analitik sebagai produk akal post-modern menggantikan sistim metafisika. Silverman menyatakan bahwa penutupan jalan pemikiran metafisika bertepatan dengan berakhirnya era modernisme.
Di zaman modern, Descartes (m. 1650) yang disebut sebagai “Bapak Filsafat Modern” oleh banyak sejarawan Barat, memformulasikan sebuah prinsip, aku berpikir maka aku ada (cogito ergo sum). Dimana dengan prinsip ini, Descartes telah menjadikan rasio satu-satunya kriteria untuk mengukur kebenaran, sebagaimana yang dilakukan oleh Protagoras, Gorgias, Xenophanes, Heraclitus sebagai tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam pemikiran Sophist.
Posted By:
Mengenal Sophist
Mengenal Sophist
Oleh:
Kang Daden Robi Rahman
Makna
Sophist dan Kemunculannya
Sophist berasal dari kata yunani Sophistikos, Sophistes berarti “bijaksana, pintar, halus”, dari kata ini Sophist diartikan sebagai seorang yang mencintai kebijaksanaan. Kata Sophist dalam budaya yunani pra-socrates digunakan untuk sinonim dari filosof, professor ataupun guru. Mereka yang memiliki ketrampilan khusus sebagai pembuat kereta perang, senjata dan alat-alat pertempuran disebut sebagai Sophist. Istilah Sophist sudah dikenal bahkan sebelum thales (550 SM) abad ke-6 SM, dengan makna ini Thales bisa disebut juga sebagi seorang Sophist (filosof).
Kata Sophist mengalami perubahan makna ketika memasuki Athena pada pertengahan abad ke-5 SM. Sophist menjadi hanya sebagai nama sebuah gerakan guru keliling yang mengajar untuk mendapatkan uang. Mereka mengajari anak-anak bangsawan Athena, dan mereka yang mampu membayar; cara berdebat, retorika dan orator. Ketrampilan tersebut dibutuhkan oleh masyarakat Athena untuk membela diri dalam persidangan dihadapan dewan mahkamah Athena yang berjumlah 1505 orang dalam arena yang luas sehingga membutuhkan cara mengartikulasikan suara dalam ketrampilan orasi . Athena sejak awal dikenal sebagai negara yang demokratis , meskipun demokrasi Athena belum menyentuh kelompok budak dan wanita, namun dibandingkan Sparta yang menganut pemerintahan oligarki, Athena lebih demokratis.
Perang antara orang-orang Athena dari kota-kota Ionia dengan orang-orang Persia pada permulaan abad ke-5 SM, yang dimenangkan Athena pada pertempuran di Marathon pada tahun 409 SM , memberikan kepercayaan yang luar biasa kepada seluruh masyarakat Athena saat itu. Kemenangan itu memberikan pelajaran bagi penduduk negara-kota Athena, bahwa negara kecil dengan peradaban yang lebih tinggi akan mampu mengalahkan negara besar dengan kebudayaan barbaric atau tradisional. Hal itu mendorong masyarakat Athena untuk mengembangkan diri dengan keilmuan dan ketrampilan. Peluang demikian diambil oleh kelompok Sophist untuk mengajari apa yang mereka butuhkan dengan meminta bayaran. Dari sinilah makna Sophist berubah menjadi kelompok guru keliling yang mengajarkan ketrampilan pidato, retorika, berdebat dan berargumentasi dalam rangka mencari uang.
Kekalahan Athena oleh Sparta pada tahun 404 SM, menyebabkan perubahan landasan nilai-nilai moral yang diyakini selama ini oleh masyarakat Athena. Athena menemukan padanan bagi landasan nilai-nilai masyarakat dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat yang lain. Hal tersebut mengundang perdebatan dalam rangka menemukan nilai hidup yang dianggap paling baik. Jika zaman thales abad ke-6 SM filosof menanyakan; “Terbuat dari apakah dunia?”, “Apa yang membuat dunia bisa bertahan?” maka pada paruh abad ke 5 SM, setelah peristiwa ini, pertanyaan-pertanyaannya adalah; “Bagaimana seharusnya kita hidup?” pertanyaan dasarnya adalah “Apakah kebenaran itu?”. Inilah pertanyaan Socrates; filosof yang hidup saat itu, dengan itulah Socrates dikenal sebagia filosof moral pertama. Pertanyaan-pertanyaan itu pula yang diajarkan Sophist kepada murid-muridnya dalam rangka menguasai wacana.
Sophist berasal dari kata yunani Sophistikos, Sophistes berarti “bijaksana, pintar, halus”, dari kata ini Sophist diartikan sebagai seorang yang mencintai kebijaksanaan. Kata Sophist dalam budaya yunani pra-socrates digunakan untuk sinonim dari filosof, professor ataupun guru. Mereka yang memiliki ketrampilan khusus sebagai pembuat kereta perang, senjata dan alat-alat pertempuran disebut sebagai Sophist. Istilah Sophist sudah dikenal bahkan sebelum thales (550 SM) abad ke-6 SM, dengan makna ini Thales bisa disebut juga sebagi seorang Sophist (filosof).
Kata Sophist mengalami perubahan makna ketika memasuki Athena pada pertengahan abad ke-5 SM. Sophist menjadi hanya sebagai nama sebuah gerakan guru keliling yang mengajar untuk mendapatkan uang. Mereka mengajari anak-anak bangsawan Athena, dan mereka yang mampu membayar; cara berdebat, retorika dan orator. Ketrampilan tersebut dibutuhkan oleh masyarakat Athena untuk membela diri dalam persidangan dihadapan dewan mahkamah Athena yang berjumlah 1505 orang dalam arena yang luas sehingga membutuhkan cara mengartikulasikan suara dalam ketrampilan orasi . Athena sejak awal dikenal sebagai negara yang demokratis , meskipun demokrasi Athena belum menyentuh kelompok budak dan wanita, namun dibandingkan Sparta yang menganut pemerintahan oligarki, Athena lebih demokratis.
Perang antara orang-orang Athena dari kota-kota Ionia dengan orang-orang Persia pada permulaan abad ke-5 SM, yang dimenangkan Athena pada pertempuran di Marathon pada tahun 409 SM , memberikan kepercayaan yang luar biasa kepada seluruh masyarakat Athena saat itu. Kemenangan itu memberikan pelajaran bagi penduduk negara-kota Athena, bahwa negara kecil dengan peradaban yang lebih tinggi akan mampu mengalahkan negara besar dengan kebudayaan barbaric atau tradisional. Hal itu mendorong masyarakat Athena untuk mengembangkan diri dengan keilmuan dan ketrampilan. Peluang demikian diambil oleh kelompok Sophist untuk mengajari apa yang mereka butuhkan dengan meminta bayaran. Dari sinilah makna Sophist berubah menjadi kelompok guru keliling yang mengajarkan ketrampilan pidato, retorika, berdebat dan berargumentasi dalam rangka mencari uang.
Kekalahan Athena oleh Sparta pada tahun 404 SM, menyebabkan perubahan landasan nilai-nilai moral yang diyakini selama ini oleh masyarakat Athena. Athena menemukan padanan bagi landasan nilai-nilai masyarakat dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat yang lain. Hal tersebut mengundang perdebatan dalam rangka menemukan nilai hidup yang dianggap paling baik. Jika zaman thales abad ke-6 SM filosof menanyakan; “Terbuat dari apakah dunia?”, “Apa yang membuat dunia bisa bertahan?” maka pada paruh abad ke 5 SM, setelah peristiwa ini, pertanyaan-pertanyaannya adalah; “Bagaimana seharusnya kita hidup?” pertanyaan dasarnya adalah “Apakah kebenaran itu?”. Inilah pertanyaan Socrates; filosof yang hidup saat itu, dengan itulah Socrates dikenal sebagia filosof moral pertama. Pertanyaan-pertanyaan itu pula yang diajarkan Sophist kepada murid-muridnya dalam rangka menguasai wacana.
Posted By:
KONSEP IJTIHAD DALAM ISLAM
KONSEP IJTIHAD DALAM ISLAM
Oleh: Kang Daden Robi Rahman
Pendahuluan
Perkembangan zaman dengan berbagai macam kemajuannya,
meniscayakan konsekuensi tantangan dan persoalan baru. Solusi dan jalan keluar
dalam bidang hukum untuk menangani, menjaga, dan melindungi kerusakan iman dan
moral menjadi tumpuan harapan meangaplikasikan amanah Ilahi yang diemban
manusia sebagai khalīfah fī al-ardh. Kesempurnaan wahyu Al-Qur’an dan
al-Sunnah menjadi prinsip dasar terjaminnya standar kebenaran dalam
merefleksikan amanat penghambaan tersebut. Potensi manusia dengan pengalaman,
intuisi, dan akalnya, menuntutnya untuk selalu bergerak dalam berkreasi dan
berinisiatif memberikan kontribusi positif dalam memberdayakan dan
mengembangkan solusi terhadap problematika kehidupan.
Kemurnian aqidah (kepercayaan), keshahihan
ibadah (penghambaan), dan terbebasnya dari kejumudan berpikir merupakan hal
prinsip yang niscaya dijalankan seorang muslim. Demi menjaga aqidahnya,
maksimalisasi ibadah yang shahihah dijalankan tanpa harus mengungkung
potensi akal. Di dalam Islam akal ditempatkan secara proporsional dengan kesadaran
muslim yang meyakini keterbatasan akal dalam menentukan baik itu berpahala dan
yang berpahala itu baik. Keseimbangan proporsionalitas aqidah, ibadah, dan
kebebasan akal terjaga di bawah naungan wahyu yang mutlak kebenarannya.
Begitulah gambaran Islam yang sempurna.
Islam sebagai agama yang universal mempunyai konsep
hukum yang universal pula, yang biasa disebut dengan syari’at. Keuniversalan
hukum Islam menuntut integritas penganutnya dalam mengaplikasikan syari’at
secara kaffah. Begitu pula dengan kesempurnaan syari’at menuntut adanya
jawaban dan solusi terhadap permasalahan baru yang belum tentu jawabannya
tersurat dengan jelas di dalam Al-Qur’an ataupun al-Sunnah sebagai sumber hukum
Islam. Oleh karena itu, Islam menggariskan ijtihad sebagai alat untuk
memproduksi hukum dibawah naungan kebenaran wahyu, Al-Qur’an dan al-Sunnah.
Maka integritas muslim terhadap Islam dibuktikan dengan eksistensinya dalam
memobilisasi akal untuk selalu berijtihad merespons permasalahan baru yang
tidak ditemukan jawaban konkret tersurat dan qath’i di dalam Al-Qur’an
ataupun al-Sunnah dengan ijtihad yang berpijak pada kedua sumber hukum
tersebut.
Tetapi pada aplikasinya, tidak sedikit orang yang
mengaburkan konsep ijtihad. Ijtihad yang lahir dari rahim para ‘Ulama Islam
yang mu’tabar dengan shibghah (celupan) dan worldview Islam jelas
mempunyai karakter tersendiri dalam memproduksi dan menderivasi hukum dari
Al-Qur’an dan al-Sunnah. Maka bisa dikatakan, bahwa ijtihad merupakan
metodologi atau perangkat teoritik dalam menderivasi hukum dengan worldview Islam
yang khas. Oleh karena itu, bagaimana konsep ijtihad sebenarnya di dalam Islam.
Apakah kebebasan akal yang membebaskannya dari wahyu? Ataupun sebaliknya?
Semuanya akan dibahas secara ringan dalam tulisan sederhana ini.
Posted By:
Copyright @ 2013 elfaakir 23. Designed by Templateism | MyBloggerLab