Jawaban Untuk Soal Agama (Part 2)

Rabu, 04 Januari 2012

PERTANYAAN ke-2
Salah satu karakter ajaran Islam adalah “insaniyyah”, berikan penjelasan dengan disertai minimal dua contoh sehingga ajaran Islam sejalan dengan sifat dan kondisi manusia!


JAWABAN Soal Ke-2

Islam bukanlah agama yang ada untuk menyesuaikan diri agar sesuai dengan sifat dan kondisi manusia, tapi Islam ada untuk mengatur kehidupan manusia agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat. Kehadiran Islam di tengah ummat manusia fungsinya adalah seperti sebuah manual instruction mutlak yang harus diikuti untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat dengan mengikuti semua petunjuk yang terkandung di dalamnya. Meskipun demikian, tidak ada pemaksaan bagi manusia untuk memeluk agama Islam dan menjalankan agama Islam secara kaffah, karena Allah telah berfirman:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Albaqarah: 256)
Kebenaran agama Islam yang melintasi zaman dan mutlak pun menjadi tanda bahwa agama Islam ini tidaklah ada untuk mengikuti dan menyesuaikan diri dengan sifat dan kondisi manusia, tapi justru Islam lah yang mengatur manusia agar menjalankan perintah yang terkandung dalam Islam dan menjauhi segala larangan yang telah digariskan dalam Islam secara sempurna. Kalaulah Islam itu ada untuk menyesuaikan diri dengan sifat dan kondisi manusia, tentulah pengharaman khamr, perzinahan, dan kemusyrikan di bangsa Arab tidak akan pernah terjadi, karena pada masa itu khamr, perzinahan, kemusyrikan, dan membunuh anak perempuan adalah sesuai dengan sifat dan kondisi manusia pada zaman tersebut. Dan kalaulah Islam itu ada sebagai sebuah manual instruction yang harus mengikuti manusia sesuai dengan sifat dan kondisinya, baik waktu, tempat, dan aspek lainnya, tentulah Islam akan terbatasi oleh beberapa faktor, seperti kondisi manusia pada zaman dan tempat tertentu dan interpretasi Al-Quran yang disesuaikan dengan kebutuhan manusia tanpa mengikuti kaidah tafsir yang telah digariskan oleh Nabi, sehingga akibatnya Islam menjadi sebuah agama yang terbatas, kehilangan sifat syumul dan kamil-nya, dan implikasi lebih jauhnya adalah perbedaan yang sangat beragam di antara sesama ummat Islam, bahkan bisa memicu timbulnya perpecahan dalam agama Islam, karena Islam dipaksakan untuk mengikuti dan sesuai dengan sifat dan kondisi manusia, bukan manusia yang mengikuti setiap aturan yang secara rinci dan sempurna telah diatur dalam Islam. Na’udzubillahi min dzaalika.
Padahal kondisi sebenarnya yang harus ada adalah kewajiban untuk mengikuti dan memegang teguh apa yang telah secara sempurna dirinci dalam agama ini secara kaffah dan menjauhi setiap kemungkinan perpecahan yang akan terjadi, seperti yang ada pada Ali Imran: 103.
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” (Ali Imran: 103)
Ataukah kita akan memaksa agar Islam itu menyesuaikan diri dengan sifat, kondisi, dan kebutuhan manusia yang berbalutkan hawa nafsu, seperti kaum Yahudi dan Nasrani yang selalu merubah-ubah ajarannya agar mengikuti sifat dan kondisi manusia dan pengikutnya, sehingga agama Yahudi dan Nasrani selalu mengalami perevisian agama oleh Rabi dan Paus Paulus?!
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” (Al-Maidah: 13)
Islam memang memiliki dua aspek dalam pengamalannya, yaitu aspek ketuhanan (uluhiyyah) dan aspek kemanusiaan-sosial (insaaniyyah). Aspek uluhiyyah berkaitan dengan hubungan seorang hamba dengan Allah secara langsung, seperti shalat, shaum, dan ibadah mahdhah lainnya. Sedangkan aspek insaaniyyah berkaitan dengan sifat dan kondisi manusia baik secara interpersonal ataupun intrapersonal. Tapi, dalam pengamalannya kedua aspek tersebut tidaklah bisa untuk dipisahkan secara parsial dengan hanya mengamalkan salah satu aspek, misalnya dengan menjadi seorang hamba yang terus-terusan beribadah di masjid, tapi abai dengan kondisi sosial masyarakatnya, ataupun dengan menjadi seorang yang membela nasib kemanusiaan habis-habisan, tapi abai dalam masalah akhirat bahkan atas nama kemanusiaan berani untuk mengorbankan kewajibannya selaku seorang hamba Allah.
Kedua aspek tersebut terikat saling erat dan membutuhkan pengamalan yang maksimal secara bersamaan dalam proses membentuk diri menjadi seorang hamba yang berkualitas di dunia dan akhirat. Misalnya dalam praktik ibadah shalat, selain dibutuhkan kekhusyukan yang maksimal, juga dibutuhkan implementasi pelaksanaan shalat tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan menjadi seorang hamba yang tidak melakukan tindakan fahsya’ dan munkar. Ataupun ketika menjadi seorang yang sangat peka terhadap kehidupan sosial masyarakat dan kemanusiaan lainnya, maka hendaknya dia juga menjadi seorang hamba yang peka terhadap haknya dari Allah dalam menikmati hidup, dan juga kewajibannya sebagai seorang hamba yang harus menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Karena pengamalan salah satu aspek saja hanya akan menimbulkan kepincangan dalam Islam, karena Islam adalah agama yang syumul yang tidak dapat dipisahkan antara aspek uluhiyyah dan insaaniyyah.
Yang ada dalam Islam bukanlah pemisahan kedua aspek tersebut secara parsial, tapi yang ada adalah titik fokus dan perbedaan proporsinya saja. Mana ibadah yang bersifat uluhiyyah tapi mempunyai dimensi insaaniyyah, dan mana yang bersifat insaaniyyah tapi memiliki aspek uluhiyyah. Beberapa contoh bahwa agama Islam mempunyai aspek insaaniyyah adalah:
·   Islam menghapuskan perbudakan, baik perbudakan kepada orang, uang, ataupun hawa nafsu, yang kemudian disebut dengan thagut. Dan kemudian mengganti perbudakan kepada hal yang bersifat materi itu kepada penyerahan diri secara total kepada Allah, tanpa ada sedikitpun rasa cinta, takut, dan pengharapan kepada selain Allah.
·    Islam mengajarkan untuk saling bekerja sama dan saling tolong-menolong dalam kebaikan saja, dan melarang untuk bekerja sama dan saling tolong menolong dalam keburukan. Hal tersebut juga adalah fitrah, karena watak dasar manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam hidupnya, kemudian Islam hadir untuk membatasi bahwa bekerja sama dan tolong menolong itu hanya berlaku pada kebaikan saja.
·      Islam mengajarkan untuk berbagi kepada sesama dengan zakat, infaq, dan shadaqah. Pada dasarnya sikap empati dan perhatian itu sudah ada dalam diri manusia, tapi Islam hadir memberikan batasan dan cara yang khusus dalam hal berbagi tersebut, misalnya dalam zakat, infaq, dan shadaqah itu harus berasal dari harta yang halal, diberikan pada orang yang jauh lebih membutuhkan, dan berbagai regulasi lainnya dalam hal pengelolaan harta agar tidak menimbukan kecemburuan sosial di masyarakat.
Wallahu A’lam Bish Shawwab

Copyright @ 2013 elfaakir 23. Designed by Templateism | MyBloggerLab

About Metro

Follow us on Facebook