Menjadi pemuda idaman langit dan bumi
merupakan cita-cita yang sama bagi semua orang. Beragam cara pun ditempuh untuk
mendapatkan karakter tersebut, dari mulai study oriented, organization
oriented, wealth oriented, selalu tampil up to date mengikuti perkembangan
zaman, tampil gaul dan trendy, sok keren dengan anting-anting dan tatoo yang
dipakai, dan berbagai idealisme lainnya yang menjadi pilihan pemuda dan pemudi
lainnya di masa muda yang tidak akan pernah berulang lagi.
Hedonisme dan krisis idealisme
Dua hal tersebut adalah hal yang paling umum
terjadi pada setiap pemuda. Hedonisme adalah sebuah faham dengan gaya hidup
bebas tanpa aturan, sedangkan krisis idealisme adalah sebuah kondisi dimana
seseorang tidak mempunyai idealisme dalam menjalani hidupnya, sehingga
kehidupannya menjadi terombang-ambing tanpa tujuan dan selalu terbawa oleh
zaman.
Bagi orang-orang hedonis, hidup mereka ada
untuk mereka nikmati sebagai masa penuh kenikmatan dengan senantiasa menuruti
hawa nafsunya sendiri. Aturan dan pembimbing mereka satu-satunya adalah hawa
nafsu, sehingga terdapat kecenderungan untuk menjadi insan yang lemah bagi
orang yang menganut faham hedonis ini, karena hidupnya sepenuhnya diperturutkan
untuk menjadi abdul hawa’ (hambanya hawa
nafsu), bukan menjadi seorang pemuda yang punya idealisme tinggi untuk kemajuan
nusa, bangsa, dan agama.
Dan bagi orang-orang yang mengalami krisis
idealisme, hidup mereka selalu di dominasi oleh kebimbangan dalam menjalani
hidup mereka karena tidak mempunyai satu idealisme yang mempunyai dasar yang
kuat. Idealisme mereka hanya didominasi oleh tokoh-tokoh idola mereka yang ada
pada saat itu, sehingga tidak jarang pemuda yang lebih mengenal artis-artis
favorit daripada para pahlawan sejarah Indonesia, apalagi para pahlawan
sejarah Islam di dunia. Dan krisis idealisme ini juga merupakan sebuah penyakit
yang cukup akut, karena orang-orang seperti ini bisa menjadi targetan oleh
pengusung ideologi dan idealisme kiri untuk terus melanggengkan eksistensinya.
Islam hadir sebagai sebuah solusi
Di saat pembinaan, pelatihan, dan
seminar-seminar tentang kepemudaan gencar-gencarnya digalakkan oleh berbagai
pihak dengan biaya yang tidak sedikit dan kemampuan untuk meresap ke dalam
pribadi setiap pemuda dipertanyakan, Islam telah hadir dengan sebuah solusi
cerdas yang sangat murah dan efisien dengan metode pembinaannya sendiri yang
berupa tarbiyyah, dan diinisiasi ke dalam bahasa Indonesia dengan kata:
mentoring.
Pada mentoring ini setiap muslim dibina dan
dieprsiapkan oleh mentor masing-masing untuk menjadi insan yang berkarakter
Islam untuk kemajuan Islam dan Indonesia di kemudian hari. Mentoring juga
menggunakan aspek tarbiyyah, sehingga yang terjadi pada mentoring bukanlah
sekedar transfer ilmu dari pemateri kepada pendengar seperti pada seminar
ataupun pelatihan lain. Tapi pada mentoring terjadi aspek pembinaan dan
pendampingan sebagai follow up dalam aplikasi ilmu yang telah sama-sama didapat
melalui proses yang ada, saling sharing ilmu, dan hal lain yang jauh bernilai
guna dan bermanfaat untuk menciptakan kader-kader tangguh yang siap mengemban
amanah di masa depan yang jauh lebih berat dari masa sekarang.
Sehingga peranan mentoring dalam pembinaan
pemuda dan pemudi menjadi sebuah agenda yang sangat vital dan harus mendapat
perhatian lebih baik secara sistem, struktur, materi, cara penyampaian, dan
faktor lainnya agar proses tarbiyyah ini dapat berjalan dengan fleksibel dan
siap menghadapi tantangan zaman, karena berededa zaman, berbeda pula metode
yang tepat yang harus digunakan untuk optimalisasi hasil mentoring tersebut.
Mentoring juga bukanlah sebuah metode try and
error yang digunakan untuk membentuk karakter pumuda idaman langit dan bumi,
karena mentoring mempunyai sandaran yang jelas dan kuat yang digunakan dalam
keberlangsungannya, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Sehingga dapat dikatakan
bahwa mentoring itu adalah proses pembinaan dan pencarian ilmu yang
berorienatasi pada aplikasi secara langsung dengan pembinaan dan pendampingan
secara langsung juga.
Menjadi Pemuda Idaman
Sebuah hikam mengatakan: “innal fataa man
yaquulu haa ana dza, wa laysal fataa man yaquulu kaana abiy”, atau yang
mempunyai arti: “sesungguhnya seorang pemuda itu adalah yang mengatakan “INILAH
AKU!”, dan bukanlah seorang pemuda yang hanya bisa mengatakan beginilah
bapakku”. Sehingga hendaknya seorang pemuda idaman itu mempunyai ‘izzah yang
kuat dan jelas sebagai hasil dari pembentukan dirinya selama masa transisi
dalam pencarian jati diri dan pembentukan karakter.
Seorang pemuda ideal juga mempunyai
integritas dan mampu menjaga keseimbangan antara aspek spiritual, moral,
intelektual, finansial, dan fisiknya sendiri. Sehingga kehadirannya selalu
dinantikan oleh ummat, dirindukan oleh masyarakat, dan hidupnya dipenuhi dengan
hal-hal yang penuh manfaat. Masa mudanya terhindar dari godaan hedonisme,
bahkan hari-hari mudanya selalu diliputi dengan kegiatan keilmuan dan hatinya
selalu tertambat di masjid untuk senantiasa mengingat Allah dan beribadah
kepada-Nya.
Seorang pemuda idaman juga selalu mempunyai
paradigma berfikir yang jelas dan mempunyai dasar yang jelas dan kuat, sehingga
dia terbebas dari pragmatisme pemikiran. Apa yang selalu dia pikirkan bukanlah,
“apa yang telah dia dapat?”, tapi “apa kontribusiku bagi orang lain dan apa
yang telah aku lakukan untuk mempersiapkan akhiratku?”. Tidak pernah
mengharapkan balas jasa dari sesama manusia, dan mengabdikan dirinya sepenuhnya
untuk kemaslahatan sosial masyarakat membangun sumber daya manusia yang masih
carut-marut.
Tapi, seorang pemuda idaman tidaklah terlahir
dalam satu malam saja. Dia terlahir dari proses penempaan diri yang panjang
yang telah dia jalani semasa masa transisinya dengan berhiaskan proses
pencarian ilmu, pengalaman, peningkatan keimanan, beramal sholeh, berdakwah,
dan berkreativitas
Refleksi
Sudahkah kita berbenah diri untuk menjadi
seorang pemuda idaman langit dan bumi yang selalu ditunggu ummat dan ladang
amal sholehnya serta senantiasa dirindukan surga dan bidadarinya?