kenapa sih harus ada ujian?

Sabtu, 30 April 2011
Kenapa sih harus ada ujian?
Maaf lama tak berkarya, sobat!
Maklum terkendala dengan berbagai kepentingan lain yang harus mendapat perhatian lebih juga sih, seperti UTS. Bukan hanya anak kelas 3 SMA saja lho yang di bulan ini disibukkan dengan beragam ujian, pun dengan para mahasiswa di seluruh negeri ini yang disibukkan dengan seabrek UTS dan tugas dari para dosen.
Kapanpun, dimana pun, dan bagi siapa pun kata ujian adalah kata yang cukup menjadi momok dan cukup menyita perhatian mereka. Hal ini terkait dengan apakah kita akan sukses dalam menghadapi ujian tersebut, ataukah kita akan gagal dalam menghadapi ujian tersebut? Da kalau hanya melewati saja mah, semua orang juga tentu akan melewati yang namanya ujian tersebut karena hal tersebut terkait dengan dimensi ruang dan waktu yang juga dilaksanakan pada tempat dan waktu yang telah ditentukan, yang jadi masalah tuh adalah hasilnya: akan BERHASIL ataukah akan GAGAL?

Sejenak mungkin kita akan berpikir: “ngapain sih ujian? Kalo gagal ‘kan akan terasa sangat menyakitkan dalam hati. Toh tanpa ujian pun kita tetap bisa diakui kok”. Yuptz! Pandangan tersebut tidaklah salah, karena setiap orang mempunyai sudut pandang masing-masing dalam menyikapi suatu hal tergantung dengan latar belakang pengetahuan yang berbeda dan berbagai faktor lainnya. Tapi, sebenarnya ujian itu sendiri ditujukan untuk menguji kadar kualitas dan potensi diri seseorang, apakah dia mampu menunjukkankualitas terbaiknya atau tidak, ketika dia mendapatkan ujian tersebut. Sederhananya gini deh, kamu tuh jago matematika, tapi kamu tidak pernah mau diuji oleh orang lain, kamu hanya menilai diri sendiri dengan standar yang dibuat sendiri juga. Lantas, apakah dengan hal itu kamu mampu menunjukkan kualitas diri kamu kepada orang lain bahwa sebenarnya kamu tuh jago matematika, tak peduli siapapun yang ngasih soal, kamu selalu bisa menyelesaikannya. kalo gak ada yang nguji kapabilitas kamu, lalu siapa yang mengakui dan menjudge bahwa kamu itu pintar, gak ada, kan? Paling yang ada cuman komen dan kritikan, “katanya jago, tapi ditantang gak mau. Paling-paling kecerdasan dia hanya bualan saja”. Emang kamu mau dibilang pembual???
Jangankan manusia, Allah pun akan menguji hamba-Nya kok. Gak percaya? Makanya Al-Quran nya dibaca, jangan disimpan di dalam lemari saja, toh Al-Quran itu bukanlah sebuah pajangan, tapi kitab pegangan dan panduan hidup seorang Muslim di dunia. Haditsnya juga dibaca juga, rajin-rajin ikut pengajian, jangan pacaran mulu. Gini deh, dalam Al-Quran dan Al-Hadits, Allah telah menjelaskan bahwa Allah akan menguji hamba-hamba Nya dengan berbagai ujian, baik yang berupa ujian dalam konotasi negatif,  ataupun ujian dalam konotasi positif. Ujian dalam konotasi negatif misalnya berupa kelaparan, kemiskinan, rasa takut, kematian, dan lain-lain yang memang selalu dihindari oleh manusia. Sedangkan ujian dalam konotasi positif adalah ujian yang ditimpakan oleh allah kepada hamba-hambanya dalam bentuk hal-hal yang disukai oleh hamba-hamba Nya, misalnya seperti wajah cakep, harta berlimpah, jabatan oke, otak encer, dan lain-lain.
Lho, kok ada ujian dalam konotasi negatif dan positif? Apa pula itu semua?
Ujian dalam konotasi negatif memang dengan implisit ditujukan untuk menguji manusia secara langusung, apakah dalam ujian ini manusia dapat tetap mempertahankan kualitas keimanannya ataukah tidak? Beragam ujian yang menimpa, secara tidak langsung akan menguji dan melatih keimanan kita untuk tetap stabil pada kondisi yang sangat tidak stabil dan tidak kita sukai. Yang Allah tujukan adalah melatih hamba-Nya untuk senantiasa bersyukur dan bersabar, walaupun pada kondisi yang buruk sekalipun. Tapi tenang saja kok, Allah pun telah berjanji tidak akan memberikan ujian yang hamba-Nya tidak akan sanggup untuk memikulnya. n_n
Sedangkan ujian dalam konotasi positif adalah ujian yang ditujukan kepada manusia dalam bentuk eksplisit, misalnya dengan wajah ganteng, harta berlimpah, motor oke punya, hape keluaran terbaru, dan kesenangan-kesenangan lainnya. Kita akan terbuai oleh beragam kesenangan itu, sehingga ujian ini ditujukan oleh Allah untuk menguji apakah manusia tersebut akan tetap tawadhu’ dengan kegantengannya, kekayaannya, dan ke-glamour-an nya, atau kah malah menjadi sombong dan lupa akan Allah? Tapi tenag saja kok, Allah tidak akan memberikan ujian yang hamba-Nya tidak akan sanggup untuk memikulnya. nah jika wajah kamu gak cakep-cakep amat, jangan bersuudzan dulu kepada Allah, tapi justru bersyukurlah kepada Allah. Karena belum tentu kamu bisa tetap tawadhu ketika Allah anugrahkan wajah cakep kepadamu. Atau mungkin kamu malah bakal jadi sumber fitnah dan sumber malapetaka ketika Allah menganugrahkan kamu kecakepan tersebut. Peace ah!
Oke, kita kembali ke jalan yang benar.
Mendapatkan hasil yang bagus adalah harapan kita semua yang sedang menghadapi ujian, tapi terkadang kita juga menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan itu. Sehingga terjadi berbagai penyimpangan, seperti kecurangan pada ujian tersebut, karena semua orang hanya mengejar SKOR yang tinggi BUKAN NILAI yang bagus. Ketika tujuannya adalah skor, semua berlomba-lomba untuk meraih skor tertinggi tersebut yang diinterpretasikan dalam bentuk angka yang dituliskan sebagai hasil dari ujian yang ditempuh, tapi pada nilai (value) belum tentu apa yang dituliskan sebagai hasil tersebut berbanding lurus dengan apa yang telah diusahakannya selama ujian tersebut belum dilangsungkan, seperti perjuangan belajar, berlatih, dan lain sebagainya. Akibatnya kita mengalami disorientasi dalam mengarungi perjalanan suci kita. Semuanya disandarkan pada tingginya skor, bukan pada luhurnya nilai. Skor yang tinggi memang penting, tapi kualitas nilai jauh lebih penting daripada sekedar skor semata.
Ketika kita berorientasi pada skor, semua hal yang mampu mendongkrak skor tersebut akan kita lakukan, walaupun dengan cara-cara curang dan trik-trik lainnya. Kita hanya akan berfikir bagaimana menghasilkan skor yang tinggi, tanpa berfikir bagaimana dengan nilai, kualitas, dan aplikasi nyatanya. Dan berbeda jika kita berorientasi pada nilai, nilai di sisi Allah SWT dan nilai di mata makhluk hidup lainnya.
Meskipun berbeda orientasi, keduanya mempunyai tujuan yang sama: sukses.
Orang yang berorientasi pada skor ketika sukses, dia akan merasa bahagia, walaupun apa yang didapatkannya belum tentu mencerminkan kualitas dirinya; ber-euforia; dan serangkaian kegiatan yang menunjukkan kehebatannya.
Sedangkan orang yang berorientasi pada nilai, dia akan merasa bahagia pula; BERSYUKUR; lebih mengaji diri terhadap apa yang telah dia dapat dan apa yang akan dia aplikasikan di kehidupan nyata; bertanya pada diri sendiri apakah nilai ini menggambarkan kualitas diriku yang sebenarnya di sisi Allah; dan sikap lain yang menunjukkan tingkat keTAWADHUannya.
Perbedaan yang mendasar adalah pada saat orang tersebut tidak mendapatkan kesuksesan tersebut.
Bagi orang yang berorientasi pada skor
Tidak mendapatkan kesuksesan diartikan sebagai sebuah kegagalan dan ketidak mampuan dirinya dalam meraih tujuannya, meskipun dia telah ‘berusaha’ sekuat tenaga dengan 1001 cara, termasuk cara-cara curang. Akibatnya dia akan mudah frustasi dengan kegagalan tersebut, dan tak jarang yang sikapnya berubah 180o mana kala dia tidak mendapatkan apa yang diharapkannya. Dan juga bersifat hasud terhadap orang yang telah mendapatkan kesuksesan tersebut. Bahkan tak jarang yang menjadi putus asa karena kegagalan tersebut dan lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya. Na’udzubillahi min dzaalik.
Bagi orang yang berorientasi pada nilai
Tidak mendapatkan kesuksesan diartikan sebagai sebuah keBELUM berhasilan, sehingga keBELUM berhasilannya itu dia jadikan sebagai sebuah bahan introspeksi terhadap diri sendiri, apa yang selama ini telah dia perjuangkan untuk meraih mimpinya, apakah sudah pantas dirinya untuk mendapatkan kesuksesan tersebut dengan usahanya yang minimalis, dan serangkaian muhasabah diri lainnya yang menjadikan dirinya menjadi seorang yang lebih bersabar dalam menyikapi keBELUM berhasilannya tersebut.

Setiap manusia hanya bisa bermimpi, berdo’a, dan berusaha sekuat tenaga. Urusan hasilnya apakah akan sukses atau tidak, itu adalah ketetapan Allah. Dan itulah yang dinamakan dengan tawakkal. Berserah diri kepada Allah setelah kita berusaha sekeras mungkin, sedangkan kalau sepenuhnya menyerahkan diri kepada Allah dengan tanpa mau berusaha mah itu namanya PASRAH.
Sehingga yang patut kita tanyakan kepada diri kita sendiri adalah:
·         Sudah siapkah kita untuk bermimpi, berdo’a, dan berusaha sekuat tenaga demi mewujudkan cita-cita kita?
·         Akankah kita mampu bertahan disaat ujian datang menimpa kita?
·         Mampukah kita mengikis paradigma ‘score oriented’ dan merubahnya kepada paradigma ‘lillahi oriented’??

Kawan...
Hidup ini adalah medan masalah dan medan ujian.
Semua itu bertujuan untuk menempa diri kita menjadi hamba-Nya yang paling bertaqwa, paling mampu bersabar, dan paling mampu bersyukur.
Jika sekiranya sudah tidak sanggup lagi untuk menghadapi pelbagai ujian dan masalah dalam hidup ini, mungkin alam akhirat lebih baik untuk kau tinggali secepatnya.
Tetaplah berjuang tanpa lelah, sampai kelelahan itu lelah mengejarmu yang terus berjuang!

Copyright @ 2013 elfaakir 23. Designed by Templateism | MyBloggerLab

About Metro

Follow us on Facebook