Agama Terakhir

Jumat, 25 Maret 2011
Nah kalo ini cerpen yang terupdate, mohon kritik n sarannya kasep atau geulis...
n_n

Agama Terakhir
“Ptak!!!”  ku patahkan Tuhan-ku yang bertengger di dinding ruang tengah apatemenku dengan penuh kekesalan akan berjuta pertanyaan yang tak pernah berhenti menghantuiku. Tak ada kepercayaan yang bisa ku terima sejalan dengan akar pikiranku. Semuanya hanya dogmatis belaka, tak mampu menembus ranah rasio ku sebagai insan ilmiah.
Setiap ku bertanya, “Mengapa Tuhan rela menjadi manusia hanya tuk mati di bunuh? Mengapa tuhan berbilang, tidakkah akan menganggu keseimbangan hukum tuhan?, atau pun apakah sah ke-tuhan-an manusia yang dipertuhankan oleh manusia, padahal walikota yang diangkat oleh walikota lain saja dianggap tidak sah?”. Mereka hanya berkata, “ini adalah firman tuhan, menentangnya berarti keluar dari agama ini”.
“Apakah semua agama ini hanya dogmatis semata, yang dimana akal tidak diperkenankan hadir dalam agama?” “Dimanakah tuhan yang sesuai dengan zaman modern ini?”. “Haruskah ku kembali kepada tuhan nenek moyang ku yang lebih tidak rasional, untuk selalu berbungkuk mengahadap matahari? Tuhan yang lebih aneh daripada kepercayaanku saat ini”.
Ku menangis. Tak mampu menemukan tuhan yang selama ini ku cari. Tuhan yang super di antara sesuatu yang super, yang tidak akan pernah lekang oleh zaman dan dapat difahami oleh akal.
“Aku frustasi”
****
Sinar mentari pagi kilaukan rentetan bangunan yang berdiri megah di hadapanku: Unversity of Tokyo. Sebuah institusi impianku yang akhirnya aku bisa menginjakkan kaki ku di altar sucinya untuk menggapai mimpiku yang lain: menjadi saintis muslim, da’i yang juga saintis!.
Berjuta pasang mata menatap tajam ke arahku yang terbilang cukup aneh yang berpakaian baju kemeja koko dan sebuah peci putih ala pak haji. Meskipun demikian, aku nyaman dengan gayaku seperti ini yang selalu ku pertahankan sebagai trademark-ku sebagai seorang muslim. Tak peduli apa yang mereka bicarakan tentangku, karena ya... inilah aku, dengan gaya santri ku yang selalu ku pertahankan dari semenjak masih nyantri di pondok pesantren hingga sekarang melanjutkan nyantri di tempat yang sangat modern untuk lebih menekuni salah satu mata pelajaran favoritku ketika waktu ‘aliyyah: fisika. Jadi, tak ada sama sekali alasan bagiku untuk malu untuk menunjukkan bahwa aku adalah seorang muslim.
“Aku bahagia dan aku bangga menjadi seorang muslim”.
***
Hari ini ku hanya bisa duduk murung di jurusanku, meratapi lebih dalam akan pertanyaan-pertanyaan tempo hari yang selama ini belum bisa aku jawab. Berusaha mencari siapakah Tuhan yang sebenarnya.
Ramat-ramat dari kejauhan kulihat seseorang yang sangat asing dan tidak berwajah Jepang sama sekali, lama ku menatap orang itu hingga dia lewat di hadapanku dengan sebuah senyuman hangat yang bangunkanku dari lamunan pendekku. Berjuta pertanyaan dalam hatiku mulai bereaksi lagi. “Mengapa orang norak ini terlihat begitu sejuk di mata ku?, siapakah dia?”. sejenak ku berpikir, “pasti ada sesuatu yang istimewa pada dirinya yang tidak ada pada diriku”. Dan ku tekadkan dalam hatiku bahwa aku harus mencari tahu segala hal tentang orang asing ini dengan harapan dia mampu membantuku menjawab semua pertanyaanku.
“Aku berharap padamu orang asing!”
***
Aku terkesan dengan beberapa kebudayaan yang telah berakar kuat di tiap hati orang Jepang yang ternyata mereka telah mengamalkan beberapa ajaran dalam Islam, meskipun pada kenyataannya mereka bukanlah muslim. Berbeda sekali dengan kondisi ummat muslim di negaraku, yang mereka mengaku muslim, tapi kehidupan sehari-harinya malah lebih cenderung ke atheis.
Penghormatan terhadap pemeluk agama lain sangatlah tinggi. Berbeda sekali dengan apa yang ada di negeriku, berbeda masalah fiqhiyyah saja bisa menyebabkan pertengkaran. Tingkat disiplin dan efisiensi waktu warga Jepang sangatlah tinggi, berbeda dengan apa yang ada di negaraku yang rumus molor waktunya adalah “n+1jam”, padahal tiap hari mereka sholat 5 kali sehari. Apresiasi terhadap kebersihan lingkungan warga jepang sangatlah tinggi, meskipun mereka tidak pernah diajari bahwa “kebersihan itu adalah sebagian dari iman”, tingkat keseriusan mereka terhadap suatu kegiatan sangatlah tinggi, meskipun mereka tidak pernah membaca Q.S. Al-Insyirah: 5-8, sangat kontras sekali antara kebiasaan warga Jepang dengan kebiasaan muslim di negeri ku, seperti atheis yang muslim dan muslim yang atheis.
“semoga kita dapat segera mengamalkan dalam setiap langkah kehidupan kita!”
***
“Apa! Orang tersebut adalah penganut agama terorisme?! Aku tak percaya dengan pemberitaan sepihak oleh media massa! Aku harus mencari titik terangnya!”, gumamku dalam hati.
Tiba-tiba saja orang aneh kemarin melintas lagi di hadapanku. Tanpa pikir panjang aku langsung tepuk pundaknya.
“Perkenalkan namaku Kuroba”
“Aku Fikri”
“Fikri, maaf kalau terkesan tergesa-gesa, tapi aku butuh penjelasan yang bersumber dari orang Islam sendiri tentang Islam, karena selama ini ku hanya mengenal Islam dari pemberitaan media massa saja sebagai agama terorisme yang pergerakannya harus selalu diawasi”
“Hmmm. Boleh. Dengan senang hati akan aku bantu semampu mungkin. Apa yang sangat ingin kamu ketahui tentang Islam?”, kataku membuka diskusi sambil berjalan bersama Kuroba ke arah perpustakaan.
“Masalah ketuhanan, karena selama ini aku telah mencoba banyak agama yang sama sekali tidak cocok dengan akal sehatku, jadi bagaimana konsep ketuhanan dalam Islam itu?”
“Aku suka pertanyaan cerdasmu. Dalam Islam, kita hanya mengenal konsep monoteisme, dimana Tuhan itu hanya satu, tidak beranak dan juga tidak diperanakkan, Tuhan yang maha diatas maha, Tuhan yang telah menciptakan alam semesta dan isinya, serta merawatnya, Tuhan yang mampu memperhatikan semua ciptaannya, dan hanya Dia-lah yang mampu melakukan sifat-sifat ketuhanan lainnya yang tidak akan pernah ada yang bisa menyamai eksistensi dan sifat-sifatnya. Dia-lah Allah”
“Eksistensi? Dimanakah Tuhan-mu berada sekarang?”
“Allah di Arasy, meskipun kita tidak bisa melihat-Nya, tapi kita bisa merasakan eksistensi-Nya. Pernahkah kamu berpikir siapa pembuat skenario satu-satunya di balik terciptanya alam semesta yang probablitas keseimbangannya adalah 1: 1050? Terlalu naif jika dikatakan sebagai suatu proses kebetulan dengan probablitas mendekati nol, untuk mencapai suatu tatanan alam semesta yang sangat seimbang ini”
“hmm. Lumayan rasional juga jika ada korelasi antara konsep ketuhanan dan fisika modern seperti itu. Adakah bukti lain tentang konsep kebenaran ketuhanan di dalam agamamu?”
Ku buka netbookku, dan ku share file-file Harun Yahya dan file-file Islam lainnya dalam format B.Inggris yang aku punya. “mungkin kamu bisa menemukan lebih jauh tentang kebenaran Islam dari file-file ini, Kuroba”
“Ok. Arigatou gozaimasu, Fikri-kun”,
“Arigatou”
“Semoga Allah memberimu hidayah, saudaraku”
***
Ku tertegun menatap layar netbook-ku, terkagum-kagum akan kebenaran Islam yang sangat rasional, dengan batas-batas tertentu yang masih bisa dikatakan secara rasional pula. Karena jika semua ajaran Islam adalah melandaskan pada rasionalitas semata, tentu Islam akan terus berubah-ubah dan berbeda-beda di setiap belahan dunia seiring berubahnya waktu, tapi di sisi lain Islam juga mengapresiasi lebih terhadap orang-orang yang mencari kebenaran dengan mendaya gunakan seluruh akal pikirannya. Begitu harmonis sekali nilai-niai Islam yang telah aku baca ini, begitu terasa damai dan indah di hati, begitu sesuai dengan kebutuhan manusia modern. Benar-benar agama yang terjaga otentisitasnya sepanjang zaman.
Ku yakinkan dalam hati, di selaraskan dengan kejernihan pikiran, bahwa inilah agama yang selama ini aku cari, dan ku putuskan untuk menjadi seorang Islam. Tapi ada satu pertanyaan yang masih menggangguku yang harus segera ku tanyakan juga.
***
Seminggu ku diminta Kuroba untuk mengantarnya ke Masjid Jami Tokyo untuk segera menyatakan Islam-nya. Di dalam masjid tersebut aku sujud syukur terharu menyaksikan seorang kritis yang memeluk Islam setelah perjalanan panjangnya menuju jalan cahaya.
Di perjalanan pulang dia bertanya padaku, “Fikri, kenapa banyak ummat muslim yang tidak bangga dengan Islamnya, bahkan cenderung terkesan atheis?”
Aku hanya bisa menjawab, “karena mereka belum mengerti Islam seutuhnya”.
***

Surabaya, 25 Maret 2011

Copyright @ 2013 elfaakir 23. Designed by Templateism | MyBloggerLab

About Metro

Follow us on Facebook